Kamis, 17 September 2015

Revolusi Pendidikan: Peningkatan Kualitas Pendidik dan Distribusi Pendidik


Sasaran Strategis Revolusi Mental Pendidikan Indonesia
Dalam sasaran strategis Revolusi Mental menuju “Indonesia Kita”, salah satu programnya adalah meningkatkan kualitas guru. Tetapi, pada kesempatan ini, kata “guru” tersebut diganti menjadi “tenaga pendidik”, yang bias memprepresentasikan tenaga pendidik mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Jika berbicara kualitas, maka fokus utama program tersebut adalah peningkatan kompetensi. Dalam kompetensi, terkandung pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude). Meningkatkan kompetensi tenaga pendidik rasanya bukan hal yang sulit. Apalagi Indonesia memiliki banyak sekali Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang mampu mencetak tenaga pendidik yang kompeten dibidangnya dan fokus mengembangkan dunia pendidikan Indonesia. Lantas, Mengapa perlu ada Revolusi Mental? Bukankah Kurikulum, yang selama ini menjadi pedoman, terus dikembangkan agar kualitas pendidikan lebih baik? Bahkan tidak sedikit dana yang dikeluarkan pada tiap perubahan kurikulum. Satu hal yang harus Kita ketahui bahwa kurikulum adalah alat. Secanggih apapun alat atau mesin, jika dioperasikan oleh orang yang kurang kompeten, maka kehebatan alat atau mesin itu tidak akan nampak. Sejalan dengan istilah “The man behind the gun”. Bukan berarti tenaga pendidik Kita tidak kompeten terhadap kurikulum dan berbagai perubahannya. Tetapi, ada hal yang lebih penting sebelum kurikulum diubah dan dikembangkan.

Upaya Peningkatan Kualtias Tenaga Pendidikan
(1)        Perbaikan Input
Pengembangan atau perubahan kurikulum pasti dan akan dilakukan, mengikuti perkembangan jaman, kultur dan teknologi. Namun, menyiapkan sumber daya manusia, khususnya tenaga pendidik, layak dikedepankan. Ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik, mulai dari awal penerimaan mahasiswa calon tenaga pendidik, hingga pengembangan kompetensi tenaga pendidik. Sebelum Kita mulai dengan upaya peningkatan kualtias tenaga pendidikan, mari Kita mulai dari awal, yaitu calon tenaga pendidik. Kita mulai dari penerimaan mahasiswa calon tenaga pendidik, yaitu seleksi mahasiswa. Siapa yang memiliki peran penting ini? Tentu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Pihak LPTK harus lebih selektif dalam memilih calon mahasiswanya.
Selama ini, seleksi calon mahasiswa calon tenaga pendidik disamakan dengan calon mahasiswa pada umumnya, yaitu melihat nilai Rapor ( jalur SNMPTN) dan hasil seleksi ujian tertulis (SBMPTN dan Seleksi Mandiri). Jenis soal pada tes tertulis untuk calon mahasiswa relatif sama untuk semua bidang, termasuk calon tenaga pendidik. Padahal, menjadi tenaga pendidik tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan saja, melainkan adanya pertimbangan sikap. Suatu sikap yang nantinya mencerminkan sikap tenaga pendidik, sikap yang menjadi pedoman dan layak dicontoh oleh peserta didiknya. Dengan demikian, hendaknya ada tes lain selain rapor dan ujian tertulis, yaitu tes sikap. Seperti Kita ketahui, sikap terbentuk mulai dari anak-anak dan tidak mudah mengubah atau membentuk ke dalam bentuk lain, hanya pada saat masa kuliah. Dibutuhkan basic sikap yang memang sudah dapat mencerminkan sebagai calon tenaga pendidik. Sehingga nantinya dapat dikembangkan dan dibina pada saat proses perkuliahan.
Memang tidak mudah melaksanakan tes sikap ini. Dibutuhkan waktu, biaya dan personil yang tidak sedikit. Tetapi, waktu dan biaya tersebut akan terbayar dengan hasil memuaskan karena peningkatan kualitas tenaga pendidik. Pertanyaan selanjutnya, siapa yang harus dan layak dilibatkan dalam seleksi sikap yang tidak mudah itu? Dan bagaimana langkah-langkahnya? Yang pertama harus bertindak adalah pihak Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi selaku lembaga atau kementerian tertinggi yang berwenang pada pendidikan tinggi. Kemudian diteruskan ke Universitas, khususnya Universitas yang berbasi LPTK. Mereka membuat kebijakan dan menyusun program seleksi sikap. Sikap seperti apa yang layak dimiliki? Indikator sikap tersebut dapat dirancang oleh para ahli, stakeholder, psikolog dan masyarakat umum (melalui survey singkat dan terbatas).

(2)       Perbaikan Proses Pendidikan Keguruan
Upaya selanjutnya setelah seleksi adalah memperbaiki proses pendidikan calon pendidik. Dalam pendidikan atau perkuliahan, mahasiswa akan memperoleh berbagai kompetensi yang nantinya akan membentuk Mereka menjadi tenaga pendidik sesuai dengan bidangnya masing-masing. Seperti yang telah Kita bahas pada paragraf sebelumnya, kompetensi mengandung pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude). Ketiga ranah tersebut hendaknya diperoleh mahasiswa secara proporsional. Ketiganya penting. Penanaman kompetensi untuk calon pendidik pada pendidikan umum cenderung tidak banyak menemui masalah dan hambatan berarti. Masalah atau hambatan biasanya muncul pada lembaga pendidikan atau Universitas yang menyiapkan calon pendidik untuk lembaga pedidikan kejuruan (Sekolah Kejuruan atau Sekolah Vokasi). Tantangan Mereka adalah kemajuan teknologi.
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang menyiapkan peserta didiknya untuk masuk dunia kerja. Dunia kerja merupakan Dunia Usaha atau Dunia Industri (sering disingkat DU/DI). Jika menyiapkan tenaga kerja yang relevan dengan kebutuhan DU/DI, tentunya peserta didik harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dan familiar dengan teknologi yang dimanfaatkan industri. Apakah lembaga pendidikan harus memiliki berbagai macam teknologi (alat/mesin) yang digunakan di industri yang beragam dan sangat banyak? Apakah lembaga pendidikan tersebut memiliki dana yang cukup untuk membelinya? Lembaga pendidikan tidak perlu memiliki semuanya. Cara yang efektif dan efisien adalah dengan menjalin kemitraan dengan pihak Dunia Usaha atau Dunia Industri.
Kemitraan yang dapat dijalin adalah pada aspek relevansi kurikulum dan teknologi (alat/mesin). Konsep tersebut sebenarnya telah lama diterapkan di lingkungan Lembaga Pendidikan Kejuruan, melalui program Link and Match. Namun, Mengapa masih saja ada pengangguran pada kaum terdidik? Hal itu dapat disebabkan karena kemitraan yang kurang optimal. Jika Lembaga Pendidikan Kejuruan dan Dunia Usaha atau Dunia Industri sudah Link and Match¸pengangguran sudah jarang ditemui. Sehingga, kedua pihak hendaknya kembali duduk bersama memperbaiki dan mengembangkan program kemitraan. Agar memperoleh hasil yang memuaskan.
Kembali ke proses pendidikan mahasiswa calon tenaga pendidik pada umumnya. Pada saat perkuliahan, dikenal istilah Program Pengalaman Lapangan. Pada program tersebut, mahasiswa praktik mengajar di sekolah. Program tersebut biasanya berlangsung aktif mulai dari 1 hingga 4 bulan, tergantung program di LPTK. Program tersebut bertujuan untuk memberikan pengalaman nyata menjadi pendidik di sekolah. Apakah waktu 1 hingga 4 bulan tersebut cukup memberi pengalaman nyata bagi calon tenaga pendidik? Tentu tidak. Bukankah tenaga pendidik adalah sebuah profesi atau pekerjaan professional, yang menuntut kompetensi dan pengalaman yang cukup. Jika menilik dokter, dimana para sarjana kedokteran harus kuliah lagi atau Co-Assistant paling tidak 2 tahun untuk mendapat gelar dokter. Para sarjana akuntansi harus menempuh kuliah profesi akuntan untuk dapat memperoleh gelar dan profesi akuntan. Bagaimana dengan tenaga pendidik, khusunya tenaga pendidik? Apakah para sarjana pendidikan harus kuliah lagi untuk memperoleh profesi sebagai tenaga pendidik?.
Saat ini, memang sudah ada Program Profesi Guru (PPG), namun masih sangat terbatas. Kuotanya masih sangat sedikit dibanding jumlah lulusan sarjana pendidikan. Lantas bagaimana nasib para sarjana pendidikan yang tidak meperoleh kesempatan Program Profesi Guru tersebut? Mereka langsung menjadi tenaga pendidik di sekolah, karena sekolah tidak mensyaratkan sertifikat Profesi Guru atau Tenaga pendidik pada rekrutmennya. Mengingat sedikitnya kuota peserta Program Profesi Guru, maka harus ada strategi lain guna memberikan pengalaman mendidik bagi mahasiswa calon tenaga pendidik. Salah satunya adalah dengan menambah waktu Program Pengalaman Lapangan dan selalu menghubungkan tugas-tugas kuliah mahasiswa dengan kondisi nyata di sekolah. Misalnya tugas kuliah yang menuntut mahasiswa untuk observasi di sekolah. Dengan demikian, para mahasiswa akan terbiasa dengan kondisi di lingkungan sekolah.

(3)       Pengembangan Kelayakan Kurikulum Pendidikan Dasar
Selanjutnya, upaya lain selain perbaikan seleksi penerimaan mahasiswa baru dan perubahan strategi proses perkuliahan di tingkat Universitas/ pendidikan Tinggi, adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik di berbagai tingkat lembaga pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan dasar, merupakan periode paling penting dalam dunia pendidikan, dimana tonggak ilmu pengetahuan dan sikap mulai ditancapkan dan ditumbuhkan. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu memberikan perhatian lebih pada jenjang ini. Baik perhatian pada konten atau kurikulum pendidikan, maupun perhatian khusus pada tenaga pendidiknya. Masalah konten atau kurikulum, penulis merasa khawatir dengan kondisi siswa Sekolah Dasar (SD). Dengan usia yang relatif dini, Mereka mendapat materi pelajaran yang begitu berat.
Berdasarkan cerita rekan-rekan yang memiliki anak yang duduk dibangku SD, materi yang anak Mereka dapatkan tergolong sulit. Bahkan para orang tua dibuat bingung dengan tugas-tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan tenaga pendidik kepada anak-anaknya. Seperti biasanya, ketika anak SD mendapat pekerjaan rumah, Mereka akan bertanya atau sekedar memastikan kebenaran jawabannya kepada para orang tua. Pada saat itulah para orang tua dibuat bingung dengan soal-soal pekerjaan rumahnya anaknya. Bagaimana Mereka bisa bingung, bukankan Mereka juga pernah mengenyam pendidikan dasar dan bahkan hingga perguruan pendidikan tinggi? Kebingungan tersebut pada akhirnya berbuah solusi memasukkan anak-anak ke lembaga bimbingan belajar. Kondisi tersebut yang menggairahkan bisnis lembaga bimbingan belajar. Orang tua berlomba-lomba memasukkan anak-anaknya ke lembaga bimbingan belajar terbaik, dengan harapan agar pintar dan mendapat nilai yang baik di sekolah. Pada akhirnya, waktu anak habis untuk memikirkan materi pelajaran dan terus belajar agar bisa dibanggakan orang tua. Jika sudah demikian, karakter macam apa yang bisa diharapkan muncul dengan pola pendidikan seperti itu? Artinya, ada yang salah dengan tuntutan kurikulum Sekolah Dasar.
Perlu Kita ingat bahwa, anak-anak berhak menikmati masa kecilnya, berhak mendapat kebahagiaan, berhak mendapat kasih sayang baik di rumah maupun di sekolah. Mereka belum mampu membawa berbagai buku pelajaran yang memenuhi tas Mereka, Mereka belum mampu memikirkan berbagai teori keilmuan, dan Mereka belum pantas memikirkan Negara terlebih masalah politik.

(4)       Peningkatan Kompetensi dan Distribusi Tenaga Pendidik
Selain revolusi kurikulum dan pola pendidikan di jenjang pendidikan dasar, juga diperlukan peningkatan kualitas tenaga pendidiknya. Pada kajian ini, tidak akan disinggung masalah kuantitas tenaga pendidik, karena ketika berbicara kuantitas, pasti akan berakhir diketersediaan dana untuk pengadaan tenaga pendidik baru. Jika berbicara kualitas, tentunya pihak terkait telah melakukan upaya peningkatan baik malalui pelatihan, workshop maupun seminar.  Yang menjadi permasalahan adalah tenaga pendidik yang di daerah (tingkat pedesaan atau kecamatan) tidak semudah tenaga pendidik diperkotaan dalam mengakses pelatihan, workshop dan seminar. Sehingga lembaga atau dinas terkait harus memberikan perhatin khusus bagi tenaga pendidik di daerah. Agar kualitas Mereka dapat ditingkatkan. Selain itu, perlu dilaksanakan suatu program rotasi tenaga pendidik, antara yang bertugas di daerah dan di kota. Karena, sudah bukan rahasia lagi bahwa fasilitas pendidikan di kota relatif lebih lengkap daripada yang di daerah, apalagi daerah terpencil. Ketika kesamaan fasilitas (fasilitas sekolah Negeri) sulit diupayakan, maka salah satu upaya pemerataan dan peningkatan kualitas tenaga pendidik adalah dengan rotasi tenaga pendidik. Mekanismenya dapat diatur sedemikian rupa. Misalnya dalam wadah program kemitraan sekolah perkotaan dengan sekolah di daerah terpencil. Beberapa tenaga pendidik sekolah terpencil untuk beberapa waktu ditugaskan mengajar di sekolah perkotaan. Dengan demikian, kualitas tenaga pendidik meningkat seiring dengan fasilitas pendidikan yang mendukung. Begitu juga sebaliknya, tenaga pendidik yang dari perkotaan untuk beberapa waktu ditugaskan di sekolah daerah terpencil. Dengan demikian, akan dapat mentransfer pengetahuan kepada para tenaga pendidik di daerah terpencil tersebut. Selain untuk transfer pengetahuan, juga dapat meningkatkan kreatifitas mengajar. Kreatifitas mengajar dengan fasilitas yang terbatas.
Sesungguhnya, banyak upaya yang dapat dilakukan guna peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan tersebut akan terlaksana dengan baik dan memberikan hasil yang memuaskan, jika didukung oleh semua pihak terkait. Terjadi hubungan yang sinergis mulai dari tingkat atas selaku penentu kebijakan, hingga tingkat bawah yang berperan mendefinisikan kebijakan menjadi tindakan nyata, dan didukung oleh para stakeholder. Jayalah Pendidikan Indonesia. Pendidikan yang layak, adalah hak setiap masyarakat Indonesia. Revolusi Mental Pendidikan Indonesia, dari Kita, oleh Kita dan untuk Kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar