Sasaran
Strategis Revolusi Mental Pendidikan Indonesia
Dalam sasaran strategis Revolusi Mental menuju “Indonesia Kita”,
salah satu programnya adalah meningkatkan kualitas guru. Tetapi, pada
kesempatan ini, kata “guru” tersebut diganti menjadi “tenaga pendidik”, yang
bias memprepresentasikan tenaga pendidik mulai dari pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi. Jika berbicara kualitas, maka fokus utama program tersebut
adalah peningkatan kompetensi. Dalam kompetensi, terkandung pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude). Meningkatkan kompetensi tenaga pendidik rasanya bukan
hal yang sulit. Apalagi Indonesia memiliki banyak sekali Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK) yang mampu mencetak tenaga pendidik yang kompeten
dibidangnya dan fokus mengembangkan dunia pendidikan Indonesia. Lantas, Mengapa
perlu ada Revolusi Mental? Bukankah Kurikulum, yang selama ini menjadi pedoman,
terus dikembangkan agar kualitas pendidikan lebih baik? Bahkan tidak sedikit
dana yang dikeluarkan pada tiap perubahan kurikulum. Satu hal yang harus Kita
ketahui bahwa kurikulum adalah alat. Secanggih apapun alat atau mesin, jika dioperasikan
oleh orang yang kurang kompeten, maka kehebatan alat atau mesin itu tidak akan
nampak. Sejalan dengan istilah “The man
behind the gun”. Bukan berarti tenaga pendidik Kita tidak kompeten terhadap
kurikulum dan berbagai perubahannya. Tetapi, ada hal yang lebih penting sebelum
kurikulum diubah dan dikembangkan.
Upaya Peningkatan Kualtias Tenaga Pendidikan
(1) Perbaikan Input
Pengembangan atau perubahan kurikulum pasti dan akan
dilakukan, mengikuti perkembangan jaman, kultur dan teknologi. Namun,
menyiapkan sumber daya manusia, khususnya tenaga pendidik, layak dikedepankan.
Ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas tenaga
pendidik, mulai dari awal penerimaan mahasiswa calon tenaga pendidik, hingga
pengembangan kompetensi tenaga pendidik. Sebelum Kita mulai dengan upaya
peningkatan kualtias tenaga pendidikan, mari Kita mulai dari awal, yaitu calon
tenaga pendidik. Kita mulai dari penerimaan mahasiswa calon tenaga pendidik,
yaitu seleksi mahasiswa. Siapa yang memiliki peran penting ini? Tentu Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Pihak LPTK harus lebih selektif dalam
memilih calon mahasiswanya.
Selama ini, seleksi calon mahasiswa calon tenaga pendidik
disamakan dengan calon mahasiswa pada umumnya, yaitu melihat nilai Rapor (
jalur SNMPTN) dan hasil seleksi ujian tertulis (SBMPTN dan Seleksi Mandiri).
Jenis soal pada tes tertulis untuk calon mahasiswa relatif sama untuk semua
bidang, termasuk calon tenaga pendidik. Padahal, menjadi tenaga pendidik tidak
hanya dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan saja, melainkan adanya
pertimbangan sikap. Suatu sikap yang nantinya mencerminkan sikap tenaga
pendidik, sikap yang menjadi pedoman dan layak dicontoh oleh peserta didiknya.
Dengan demikian, hendaknya ada tes lain selain rapor dan ujian tertulis, yaitu
tes sikap. Seperti Kita ketahui, sikap terbentuk mulai dari anak-anak dan tidak
mudah mengubah atau membentuk ke dalam bentuk lain, hanya pada saat masa
kuliah. Dibutuhkan basic sikap yang
memang sudah dapat mencerminkan sebagai calon tenaga pendidik. Sehingga
nantinya dapat dikembangkan dan dibina pada saat proses perkuliahan.
Memang tidak mudah melaksanakan tes sikap ini. Dibutuhkan
waktu, biaya dan personil yang tidak sedikit. Tetapi, waktu dan biaya tersebut
akan terbayar dengan hasil memuaskan karena peningkatan kualitas tenaga
pendidik. Pertanyaan selanjutnya, siapa yang harus dan layak dilibatkan dalam
seleksi sikap yang tidak mudah itu? Dan bagaimana langkah-langkahnya? Yang
pertama harus bertindak adalah pihak Kementerian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi selaku lembaga atau kementerian tertinggi yang berwenang pada
pendidikan tinggi. Kemudian diteruskan ke Universitas, khususnya Universitas
yang berbasi LPTK. Mereka membuat kebijakan dan menyusun program seleksi sikap.
Sikap seperti apa yang layak dimiliki? Indikator sikap tersebut dapat dirancang
oleh para ahli, stakeholder, psikolog
dan masyarakat umum (melalui survey singkat dan terbatas).
(2) Perbaikan Proses Pendidikan Keguruan
Upaya selanjutnya setelah seleksi adalah memperbaiki proses
pendidikan calon pendidik. Dalam pendidikan atau perkuliahan, mahasiswa akan
memperoleh berbagai kompetensi yang nantinya akan membentuk Mereka menjadi
tenaga pendidik sesuai dengan bidangnya masing-masing. Seperti yang telah Kita
bahas pada paragraf sebelumnya, kompetensi mengandung pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude). Ketiga ranah tersebut hendaknya diperoleh mahasiswa
secara proporsional. Ketiganya penting. Penanaman kompetensi untuk calon
pendidik pada pendidikan umum cenderung tidak banyak menemui masalah dan
hambatan berarti. Masalah atau hambatan biasanya muncul pada lembaga pendidikan
atau Universitas yang menyiapkan calon pendidik untuk lembaga pedidikan
kejuruan (Sekolah Kejuruan atau Sekolah Vokasi). Tantangan Mereka adalah kemajuan
teknologi.
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang menyiapkan
peserta didiknya untuk masuk dunia kerja. Dunia kerja merupakan Dunia Usaha
atau Dunia Industri (sering disingkat DU/DI). Jika menyiapkan tenaga kerja yang
relevan dengan kebutuhan DU/DI, tentunya peserta didik harus memiliki
kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dan familiar dengan teknologi yang
dimanfaatkan industri. Apakah lembaga pendidikan harus memiliki berbagai macam
teknologi (alat/mesin) yang digunakan di industri yang beragam dan sangat
banyak? Apakah lembaga pendidikan tersebut memiliki dana yang cukup untuk
membelinya? Lembaga pendidikan tidak perlu memiliki semuanya. Cara yang efektif
dan efisien adalah dengan menjalin kemitraan dengan pihak Dunia Usaha atau
Dunia Industri.
Kemitraan yang dapat dijalin adalah pada aspek relevansi
kurikulum dan teknologi (alat/mesin). Konsep tersebut sebenarnya telah lama
diterapkan di lingkungan Lembaga Pendidikan Kejuruan, melalui program Link and Match. Namun, Mengapa masih
saja ada pengangguran pada kaum terdidik? Hal itu dapat disebabkan karena
kemitraan yang kurang optimal. Jika Lembaga Pendidikan Kejuruan dan Dunia Usaha
atau Dunia Industri sudah Link and Match¸pengangguran
sudah jarang ditemui. Sehingga, kedua pihak hendaknya kembali duduk bersama
memperbaiki dan mengembangkan program kemitraan. Agar memperoleh hasil yang
memuaskan.
Kembali ke proses pendidikan mahasiswa calon tenaga pendidik
pada umumnya. Pada saat perkuliahan, dikenal istilah Program Pengalaman
Lapangan. Pada program tersebut, mahasiswa praktik mengajar di sekolah. Program
tersebut biasanya berlangsung aktif mulai dari 1 hingga 4 bulan, tergantung
program di LPTK. Program tersebut bertujuan untuk memberikan pengalaman nyata
menjadi pendidik di sekolah. Apakah waktu 1 hingga 4 bulan tersebut cukup
memberi pengalaman nyata bagi calon tenaga pendidik? Tentu tidak. Bukankah
tenaga pendidik adalah sebuah profesi atau pekerjaan professional, yang
menuntut kompetensi dan pengalaman yang cukup. Jika menilik dokter, dimana para
sarjana kedokteran harus kuliah lagi atau Co-Assistant paling tidak 2 tahun
untuk mendapat gelar dokter. Para sarjana akuntansi harus menempuh kuliah
profesi akuntan untuk dapat memperoleh gelar dan profesi akuntan. Bagaimana
dengan tenaga pendidik, khusunya tenaga pendidik? Apakah para sarjana
pendidikan harus kuliah lagi untuk memperoleh profesi sebagai tenaga pendidik?.
Saat ini, memang sudah ada Program Profesi Guru (PPG), namun
masih sangat terbatas. Kuotanya masih sangat sedikit dibanding jumlah lulusan
sarjana pendidikan. Lantas bagaimana nasib para sarjana pendidikan yang tidak
meperoleh kesempatan Program Profesi Guru tersebut? Mereka langsung menjadi tenaga
pendidik di sekolah, karena sekolah tidak mensyaratkan sertifikat Profesi Guru
atau Tenaga pendidik pada rekrutmennya. Mengingat sedikitnya kuota peserta Program
Profesi Guru, maka harus ada strategi lain guna memberikan pengalaman mendidik
bagi mahasiswa calon tenaga pendidik. Salah satunya adalah dengan menambah
waktu Program Pengalaman Lapangan dan selalu menghubungkan tugas-tugas kuliah
mahasiswa dengan kondisi nyata di sekolah. Misalnya tugas kuliah yang menuntut
mahasiswa untuk observasi di sekolah. Dengan demikian, para mahasiswa akan
terbiasa dengan kondisi di lingkungan sekolah.
(3) Pengembangan Kelayakan Kurikulum Pendidikan Dasar
Selanjutnya, upaya lain selain perbaikan seleksi penerimaan
mahasiswa baru dan perubahan strategi proses perkuliahan di tingkat
Universitas/ pendidikan Tinggi, adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik di
berbagai tingkat lembaga pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan dasar, merupakan periode paling penting
dalam dunia pendidikan, dimana tonggak ilmu pengetahuan dan sikap mulai
ditancapkan dan ditumbuhkan. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan perlu memberikan perhatian lebih pada jenjang ini. Baik perhatian
pada konten atau kurikulum pendidikan, maupun perhatian khusus pada tenaga
pendidiknya. Masalah konten atau kurikulum, penulis merasa khawatir dengan kondisi
siswa Sekolah Dasar (SD). Dengan usia yang relatif dini, Mereka mendapat materi
pelajaran yang begitu berat.
Berdasarkan cerita rekan-rekan yang memiliki anak yang duduk
dibangku SD, materi yang anak Mereka dapatkan tergolong sulit. Bahkan para
orang tua dibuat bingung dengan tugas-tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan
tenaga pendidik kepada anak-anaknya. Seperti biasanya, ketika anak SD mendapat
pekerjaan rumah, Mereka akan bertanya atau sekedar memastikan kebenaran
jawabannya kepada para orang tua. Pada saat itulah para orang tua dibuat
bingung dengan soal-soal pekerjaan rumahnya anaknya. Bagaimana Mereka bisa
bingung, bukankan Mereka juga pernah mengenyam pendidikan dasar dan bahkan
hingga perguruan pendidikan tinggi? Kebingungan tersebut pada akhirnya berbuah
solusi memasukkan anak-anak ke lembaga bimbingan belajar. Kondisi tersebut yang
menggairahkan bisnis lembaga bimbingan belajar. Orang tua berlomba-lomba
memasukkan anak-anaknya ke lembaga bimbingan belajar terbaik, dengan harapan
agar pintar dan mendapat nilai yang baik di sekolah. Pada akhirnya, waktu anak
habis untuk memikirkan materi pelajaran dan terus belajar agar bisa dibanggakan
orang tua. Jika sudah demikian, karakter macam apa yang bisa diharapkan muncul
dengan pola pendidikan seperti itu? Artinya, ada yang salah dengan tuntutan
kurikulum Sekolah Dasar.
Perlu Kita ingat bahwa, anak-anak berhak menikmati masa
kecilnya, berhak mendapat kebahagiaan, berhak mendapat kasih sayang baik di
rumah maupun di sekolah. Mereka belum mampu membawa berbagai buku pelajaran
yang memenuhi tas Mereka, Mereka belum mampu memikirkan berbagai teori
keilmuan, dan Mereka belum pantas memikirkan Negara terlebih masalah politik.
(4) Peningkatan Kompetensi dan Distribusi Tenaga Pendidik
Selain revolusi kurikulum dan pola pendidikan di jenjang
pendidikan dasar, juga diperlukan peningkatan kualitas tenaga pendidiknya. Pada
kajian ini, tidak akan disinggung masalah kuantitas tenaga pendidik, karena
ketika berbicara kuantitas, pasti akan berakhir diketersediaan dana untuk
pengadaan tenaga pendidik baru. Jika berbicara kualitas, tentunya pihak terkait
telah melakukan upaya peningkatan baik malalui pelatihan, workshop maupun
seminar. Yang menjadi permasalahan
adalah tenaga pendidik yang di daerah (tingkat pedesaan atau kecamatan) tidak
semudah tenaga pendidik diperkotaan dalam mengakses pelatihan, workshop dan
seminar. Sehingga lembaga atau dinas terkait harus memberikan perhatin khusus
bagi tenaga pendidik di daerah. Agar kualitas Mereka dapat ditingkatkan. Selain
itu, perlu dilaksanakan suatu program rotasi tenaga pendidik, antara yang
bertugas di daerah dan di kota. Karena, sudah bukan rahasia lagi bahwa
fasilitas pendidikan di kota relatif lebih lengkap daripada yang di daerah,
apalagi daerah terpencil. Ketika kesamaan fasilitas (fasilitas sekolah Negeri)
sulit diupayakan, maka salah satu upaya pemerataan dan peningkatan kualitas
tenaga pendidik adalah dengan rotasi tenaga pendidik. Mekanismenya dapat diatur
sedemikian rupa. Misalnya dalam wadah program kemitraan sekolah perkotaan
dengan sekolah di daerah terpencil. Beberapa tenaga pendidik sekolah terpencil
untuk beberapa waktu ditugaskan mengajar di sekolah perkotaan. Dengan demikian,
kualitas tenaga pendidik meningkat seiring dengan fasilitas pendidikan yang
mendukung. Begitu juga sebaliknya, tenaga pendidik yang dari perkotaan untuk
beberapa waktu ditugaskan di sekolah daerah terpencil. Dengan demikian, akan
dapat mentransfer pengetahuan kepada para tenaga pendidik di daerah terpencil
tersebut. Selain untuk transfer pengetahuan, juga dapat meningkatkan
kreatifitas mengajar. Kreatifitas mengajar dengan fasilitas yang terbatas.
Sesungguhnya, banyak upaya yang dapat dilakukan guna peningkatan
kualitas pendidikan Indonesia. Upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan
tersebut akan terlaksana dengan baik dan memberikan hasil yang memuaskan, jika
didukung oleh semua pihak terkait. Terjadi hubungan yang sinergis mulai dari
tingkat atas selaku penentu kebijakan, hingga tingkat bawah yang berperan
mendefinisikan kebijakan menjadi tindakan nyata, dan didukung oleh para stakeholder. Jayalah Pendidikan
Indonesia. Pendidikan yang layak, adalah hak setiap masyarakat Indonesia.
Revolusi Mental Pendidikan Indonesia, dari Kita, oleh Kita dan untuk Kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar