Beberapa tahun terkahir, Pemerintah melalui Kementerian terkait, semangat 'mengkampanyekan' Pendidikan Kejuruan. Salah satu satuan Pendidikan Kejuruan adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK dipercaya mampu menyuplai permintaan dunia kerja akan kebutuhan tenaga kerja kompeten. SMK dipercaya mampu mengurangi angka pengangguran.
Dulu, SMK dianggap sekolah "Dunia Kedua" atau bukan menjadi sekolah tujuan utama para lulusan SMP. Tak heran jika persentase jumlah SMA dan SMK adalah 70:30. Namun, sekarang paradigma pendidikan telah berubah. Orientasi pendidikan telah berevolusi seiring kebutuhan kompetensi di dunia kerja. Sekarang, SMK berkembang pesat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Kondisi jumlah SMA dan SMK nyaris berbalik, dan akan diupayakan menjadi 30:70 . Luar Biasa. Banyak SMK bermunculan, SMA berubah menjadi SMK. Masalah pun mulai muncul. Berbagai masalah yang muncul antara lain adalah SMK tidak sesuai dengan potensi daerah, pengangguran dari lulusan SMK meningkat dan kompetensi lulusan SMK tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Hal itu dapat disebabkan karena penyelenggaraan SMK yang kurang sesuai dengan prinsip Pendidikan Kejuruan. Bagaimana sebenarnya kriteria penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan? Berikut ini adalah kriteria penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan menurut Finch & Crunkilton:
a.
Orientasi
pada kinerja individu dalam dunia kerja
Tujuan
utama penyelenggaraan pendidikan kejuruan adalah menyiapkan peserta didiknya
memasuki dunia kerja. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka digunakan
pembelajaran yang tidak hanya menekankan pada kelulusan dari proses
pembelajaran di sekolah, tetapi juga mengevaluasi kemampuan (kompetensi)
individu agar nantinya sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja.
b.
Justifikasi pada kebutuhan
nyata di lapangan
Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan (PTK) ada dan diselenggarakan karena ada kebutuhan dari
dunia kerja. Oleh karena itu, penyelenggaraan PTK menggunakan pendekatan Demand
Driven, dengan tujuan agar lembaga PTK lebih dekat dengan dunia usaha dan dunia
industri (DUDI) dan bisa mengetahui kemampuan/kompetensi apa yang dibutuhkan
oleh DUDI. Contoh aplikasi dari pendekatan Demand Driven adalah relevansi
kurikulum dan PSG.
c.
Fokus kurikulum pada
aspek-aspek psikomotorik, afektif, dan kognitif
Fokus
kurikulum PTK berusaha memasukkan ketiga aspek taksonomi pembelajaran, yaitu
kognitif, afektif dan psikomotorik. Gabungan dari ketiga aspek taksonomi
pembelajaran tersebut disebut kompetensi. Walaupun selama ini PTK sering
dipandang lebih menekankan pada aspek psikomotor (produktif), karena memang
menekankan pada keterampilan individu siswa, namun PTK tidak mengabaikan aspek
kognitif dan afektif. Karena di DUDI, bukan hanya kemampuan hard skill yang diperhatikan, tetapi soft skill juga diperhatikan. Pendidikan
kejuruan memberikan aspek hard skill (kognitif, psikomotor) dan softskill
(afektif/sikap) melalui Kurikulum Berbasis Kompetensi.
d.
Tolok ukur keberhasilan
tidak hanya terbatas di sekolah
Tolok ukur keberhasikan
penyelenggaraan PTK adalah keberhasilan di sekolah (in-school success) dan
keberhasilan di luar sekolah (out-of-school success). Penilaian
keberhasilan pada peserta didik di sekolah (in-school success) harus pada penilaian
sebenarnya atau kemampuan melakukan suatu pekerjaan yang sebenarnya, dan
sebaiknya memang kondisi media pembelajaran disamakan dengan kondisi di DUDI. Kriteria
yang digunakan oleh guru untuk menentukan keberhasilan harus sesuai dengan kriteria
atau prosedur kerja yang telah ditentukan oleh DUDI.
Keberhasilan di luar sekolah
(out-of-school success) berkaitan dengan pekerjaan atau
kemampuan kerja yang biasanya dilakukan oleh DUDI, yang mengacu pada standar
kompetensi sesuai bidang keahlian atau produk yang dihasilkan oleh
masing-masing industri
e.
Kepekaan terhadap
perkembangan dunia kerja
Kepekaan
terhadap perkembangan dunia kerja ini merupakan salah satu wujud konsistensi
terhadap orientasi penyelenggaraan PTK, yaitu orientasi dunia kerja. oleh
karena itu PTK harus selalu mengikuti dan beradaptasi dengan kemajuan
teknologi, perubahan tuntutan keahlian di DUDI, penemuan dan penggunaan alat
produksi baru, dan berbagai perubahan lain yang mungkin dapat terjadi di DUDI.
Jika PTK peka terhadap perkembangan dunia kerja, maka akan tercipta relevansi
kompetensi yang diberikan ke siswa dengan yang dibutuhkan oleh DUDI.
f.
Memerlukan sarana dan
prasarana yang memadai
Kelengkapan sarana
prasarana merupakan salah satu syarat keberhasilan penyelenggaraan PTK.
Sebaiknya, sarana prasarana pembelajaran di sekolah di buat sama seperti di
industri, atau paling tidak dapat mencerminkan situasi sarana prasarana di
DUDI. Menuntut demikian agar dapat membantu siswa mendapatkan pengalaman
belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara lebih realistis dan
edukatif. Contoh sarana prasarana yang harus ada adalah bengkel dan
laboratorium.
g.
Adanya dukungan masyarakat
Yang
dimasud masyarakat adalah masyarakat umum sebagai stakeholder, DUDI. Masyarakat
umum sebagai stakeholder memberikan input bagi PTK dan bantuan dana, karena
memang dalam penyelenggaraan PTK membutuhkan biaya yang besar, terutama untuk
sarana prasarana. Hubungan dan dukungan dari DUDI sangat bermanfaat untuk
relevansi kurikulum dan memungkinkan untuk memberikan pengalaman kerja nyata
kepada siswa (PSG). Selain itu PTK juga membutuhkan dukungan dari pemerintah.
Pemerintah sebagai penentu kebijakan (terutama kebijakan pendidikan) dan
pemberi dana harus terlibat mendukung keberhasilan penyelenggaraan PTK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar