Minggu, 20 September 2015

Kriteria Penyelenggaraan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

Hasil gambar untuk smk bisa logo   
   Beberapa tahun terkahir, Pemerintah melalui Kementerian terkait, semangat 'mengkampanyekan' Pendidikan Kejuruan. Salah satu satuan Pendidikan Kejuruan adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK dipercaya mampu menyuplai permintaan dunia kerja akan kebutuhan tenaga kerja kompeten. SMK dipercaya mampu mengurangi angka pengangguran.
          Dulu, SMK dianggap sekolah "Dunia Kedua" atau bukan menjadi sekolah tujuan utama para lulusan SMP. Tak heran jika persentase jumlah SMA dan SMK adalah 70:30.  Namun, sekarang paradigma pendidikan telah berubah. Orientasi pendidikan telah berevolusi seiring kebutuhan kompetensi di dunia kerja. Sekarang, SMK berkembang pesat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Kondisi jumlah SMA dan SMK nyaris berbalik, dan akan diupayakan menjadi 30:70 . Luar Biasa. Banyak SMK bermunculan, SMA berubah menjadi SMK. Masalah pun mulai muncul. Berbagai masalah yang muncul antara lain adalah SMK tidak sesuai dengan potensi daerah, pengangguran dari lulusan SMK meningkat dan kompetensi lulusan SMK tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Hal itu dapat disebabkan karena penyelenggaraan SMK yang kurang sesuai dengan prinsip Pendidikan Kejuruan. Bagaimana sebenarnya kriteria penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan? Berikut ini adalah kriteria penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan menurut Finch & Crunkilton:
a.         Orientasi pada kinerja individu dalam dunia kerja
          Tujuan utama penyelenggaraan pendidikan kejuruan adalah menyiapkan peserta didiknya memasuki dunia kerja. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka digunakan pembelajaran yang tidak hanya menekankan pada kelulusan dari proses pembelajaran di sekolah, tetapi juga mengevaluasi kemampuan (kompetensi) individu agar nantinya sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja.
b.         Justifikasi pada kebutuhan nyata di lapangan
          Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (PTK) ada dan diselenggarakan karena ada kebutuhan dari dunia kerja. Oleh karena itu, penyelenggaraan PTK menggunakan pendekatan Demand Driven, dengan tujuan agar lembaga PTK lebih dekat dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) dan bisa mengetahui kemampuan/kompetensi apa yang dibutuhkan oleh DUDI. Contoh aplikasi dari pendekatan Demand Driven adalah relevansi kurikulum dan PSG.
c.         Fokus kurikulum pada aspek-aspek psikomotorik, afektif, dan kognitif
          Fokus kurikulum PTK berusaha memasukkan ketiga aspek taksonomi pembelajaran, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Gabungan dari ketiga aspek taksonomi pembelajaran tersebut disebut kompetensi. Walaupun selama ini PTK sering dipandang lebih menekankan pada aspek psikomotor (produktif), karena memang menekankan pada keterampilan individu siswa, namun PTK tidak mengabaikan aspek kognitif dan afektif. Karena di DUDI, bukan hanya kemampuan hard skill yang diperhatikan, tetapi soft skill juga diperhatikan. Pendidikan kejuruan memberikan aspek hard skill (kognitif, psikomotor) dan softskill (afektif/sikap) melalui Kurikulum Berbasis Kompetensi.
d.        Tolok ukur keberhasilan tidak hanya terbatas di sekolah
          Tolok ukur keberhasikan penyelenggaraan PTK adalah keberhasilan di sekolah (in-school success) dan keberhasilan di luar sekolah (out-of-school success). Penilaian keberhasilan pada peserta didik di sekolah (in-school success) harus pada penilaian sebenarnya atau kemampuan melakukan suatu pekerjaan yang sebenarnya, dan sebaiknya memang kondisi media pembelajaran disamakan dengan kondisi di DUDI. Kriteria yang digunakan oleh guru untuk menentukan keberhasilan harus sesuai dengan kriteria atau prosedur kerja yang telah ditentukan oleh DUDI.
          Keberhasilan di luar sekolah (out-of-school success) berkaitan dengan pekerjaan atau kemampuan kerja yang biasanya dilakukan oleh DUDI, yang mengacu pada standar kompetensi sesuai bidang keahlian atau produk yang dihasilkan oleh masing-masing industri
e.         Kepekaan terhadap perkembangan dunia kerja
          Kepekaan terhadap perkembangan dunia kerja ini merupakan salah satu wujud konsistensi terhadap orientasi penyelenggaraan PTK, yaitu orientasi dunia kerja. oleh karena itu PTK harus selalu mengikuti dan beradaptasi dengan kemajuan teknologi, perubahan tuntutan keahlian di DUDI, penemuan dan penggunaan alat produksi baru, dan berbagai perubahan lain yang mungkin dapat terjadi di DUDI. Jika PTK peka terhadap perkembangan dunia kerja, maka akan tercipta relevansi kompetensi yang diberikan ke siswa dengan yang dibutuhkan oleh DUDI.
f.          Memerlukan sarana dan prasarana yang memadai
          Kelengkapan sarana prasarana merupakan salah satu syarat keberhasilan penyelenggaraan PTK. Sebaiknya, sarana prasarana pembelajaran di sekolah di buat sama seperti di industri, atau paling tidak dapat mencerminkan situasi sarana prasarana di DUDI. Menuntut demikian agar dapat membantu siswa mendapatkan pengalaman belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara lebih realistis dan edukatif. Contoh sarana prasarana yang harus ada adalah bengkel dan laboratorium.
g.         Adanya dukungan masyarakat
          Yang dimasud masyarakat adalah masyarakat umum sebagai stakeholder, DUDI. Masyarakat umum sebagai stakeholder memberikan input bagi PTK dan bantuan dana, karena memang dalam penyelenggaraan PTK membutuhkan biaya yang besar, terutama untuk sarana prasarana. Hubungan dan dukungan dari DUDI sangat bermanfaat untuk relevansi kurikulum dan memungkinkan untuk memberikan pengalaman kerja nyata kepada siswa (PSG). Selain itu PTK juga membutuhkan dukungan dari pemerintah. Pemerintah sebagai penentu kebijakan (terutama kebijakan pendidikan) dan pemberi dana harus terlibat mendukung keberhasilan penyelenggaraan PTK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar