Pendidikan kejuruan mempersiapkan peserta didik menguasai
keterampilan tertentu untuk memasuki lapangan kerja dan sekaligus memberikan
bekal untuk melanjutkan pendidikannya ke pendidikan kejuaruan yang lebih tinggi
(Ikhsan, 2005: 21). Sedangkan menurut UU Nomor 2 Tahun 1989, pendidikan
kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat
bekerja dalam bidang tertentu. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan
adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didiknya untuk memasuki lapangan
kerja. Dari pengertian pendidikan kejuruan, maka tujuan pendidikan kejuruan
adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik agar
dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Dengan begitu diharapkan pendidikan
kejuruan dapat membantu mengurangi angka pengangguran
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa betapa pentingnya peran pendidikan
kejuruan (SMK) dalam meningkatkan kualitas SDM bangsa ini. Namun pada saat ini
jumlah SMA lebih banyak daripada SMK, yaitu sekitar 60 % SMA dan 40% SMK. Padahal
berdasarkan kurikulum SMA, siswa SMA hanya diberikan pengetahuan (IPA atau IPS)
tanpa keterampilan-keterampilan khusus yang dapat “diterima” dunia kerja. Oleh
karena itu, lulusan SMA diharapkan dapat meneruskan pendidikan ke perguruan
tinggi. Sedangkan lulusan SMK diharapkan dapat memasuki lapangan kerja karena
mereka telah dibekali pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bidang
keahlian yang diambil, seperti Teknik Mekanik Otomotif (TMO), Teknik Pemesinan
(TP), Teknik Komputer & Jaringan
(TKJ), Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik (TPTL), Teknik Pertanian, dll. Sehingga
Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur) menargetkan perbandingan 70%
SMK dan 30 % SMA pada tahun 2015.
Pemerintah harus konsisten dan sungguh-sungguh dalam meningkatkan
kualitas dan kuantitas SMK, karena pemerintah akan menemui banyak kendala.
Sepertinya masalah klasik akan menjadi kendala utama, yaitu BIAYA. Pemerintah
akan membutuhkan dana yang besar untuk membuat sekolah kejuruan, seperti
pembangunan gedung, tempat praktik dan penyediaan alat serta bahan praktik
untuk siswa. Fasilitas-fasilitas sekolah harus selalu diperbaharui sesuai
dengan perkembangan teknologi agar siswa dapat mengikuti perkembangan jaman.
Kemudian pemerintah melalui sekolah harus menjalin hubungan baik
dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Dudi) agar program link and match dapat terlaksana dengan baik dan siswa SMK dapat
melakukan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) atau Praktik Kerja Industri (Prakerin)
dengan baik pula. Dengan program itu, Dudi berperan penting dalam membantu
keterampilan siswa dengan fasilitas-fasilitas yang relevan yang ada di Dudi.
Dengan begitu kekurangan fasilitas sekolah akan tertutupi oleh Dudi. Selain
itu, Dudi juga bisa memberikan peluang lapangan kerja untuk lullusan SMK.
Selain menekankan pada lapangan kerja, pembangunan SMK harus
disesuaikan pada potensi daerah yang dapat dikembangkan, misalnya pertanian
atau perkebunan, peternakan, sumber daya alam (mineral/migas), perekonomian,
dll. Dengan begitu maka sumber daya alam setiap daerah dapat dikembangkan oleh
sember daya manusia yang berkualitas. Kendala lain adalah mengubah persepsi
masyarakat tentang kebutuhan pendidikan. Selama ini orang tua lebih suka
memasukkan anaknya ke SMA. Saat ini pemerintah memang telah berusaha
mempromosikan SMK melalui iklan layanan masyarakat di televisi, tapi sepertinya
belum begitu berhasil, terbukti dengan masih banyaknya siswa SMA dibanding
siswa SMK.
Kita memang harus mendukung upaya pemerintah untuk mengembangkan
kualitas dan kuantitas SMK, demi mengurangi pengangguran, dan demi mengurangi
kemiskinan, dan tentunya untuk kehidupan yang lebih baik….
GO….. SMK…!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar