Rabu, 14 Oktober 2015

Eksistensi Ruang Publik Berbasis Budaya dan Edukasi di Tengah Modernitas Pembangunan Yogyakarta

Eksistensi Ruang Publik Berbasis Budaya dan Edukasi di Tengah Modernitas Pembangunan Yogyakarta
Yogyakarta, kota yang istimewa. Bukan hanya karena gelar keitimewaan yang disandang, tetapi juga karena memang banyak hal yang istimewa, mulai dari budaya, potensi wisata hingga struktur pemerintahannya. Selain itu, Yogyakarta juga dikenal sebagai Kota Pendidikan. Predikat tersebut berdampak pada banyaknya pendatang ke jogja. Pendatang tersebut didominasi oleh mahasiswa. Berdasarkan data dari Pangkalan Data Direktorat Pendidikan Tinggi, diketahui bahwa jumlah Perguruan Tinggi di Yogyakarta adalah 137. Hal itu tentu berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal untuk para pendatang yang kuliah di 137 Perguruan Tinggi. Belum lagi ditambah dengan kebutuhan tempat tinggal bagi penduduk Yogyakarta.
Berdasarkan data dari BPS, kepadatan penduduk terus meningkat dan diproyeksikan jumlah penduduk akan terus meningkat setiap tahunnya. Sehingga dapat dibayangkan bagaimana peningkatan kebutuhan tempat tinggal bagi penduduk sekitar dan pendatang. Di sisi lain, Yogyakarta juga dianggap sebagai Kota Budaya, yang memiliki banyak wilayah dan bangunan bernilai budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Oleh sebab itu, diperlukan pola penataan wilayah, agar kebutuhan ruang untuk tempat tinggal/ pemukiman, ruang publik, cagar budaya, ruang terbuka hijau dapat terpenuhi dengan baik dan saling sinergis.
Modernitas Pembangunan di Yogyakarta
Predikat sebagai kota Pelajar/Pendidikan dan Pariwisata seolah berusaha menggeser eksistensi ruang budaya, ruang yang dijunjung tinggi dalam Keistimewaan Yogyakarta. Tempat singgah dan tempat tinggal komersil modern tumbuh dengan pesat, mengikuti tingginya kebutuhan. Jumlah Hotel dan apartemen terus meningkat mengokohkan eksistensinya. Para kapitalis berdiri kokoh dan kemudian berjalan menelusuri kawasan Yogyakarta, kawasan yang memiliki potensi ekonomi tinggi. Potensi keuntungan ekonomi menjadi tujuan uatam, yang bahkan mengesampingkan kebutuhan akan ruang publik atau ruang budaya.
Tidak salah memang mementingkan keuntungan ekonomi. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah masyarakat sekitar bisa menikmati juga keuntungan ekonomi itu? Atau justru dirugikan. Contoh kasus, tahun lalu ada satu hotel di Yogyakarta yang diprotes warga sekitar. Protes tersebut terjadi karena sejak pembangunan hotel, banyak sumur warga sekitar yang mengering. Padalah, biasanya sumur tersebut tetap mengeluarkan air layak konsumsi, bahkan saat musim kemarau panjang. Sehingga, kuat dugaan bahwa penyebab keringnya sumur warga adalah karena hotel tersebut. Artinya, ada permasalahan dengan pembangunan hotel tersebut. Akhirnya, masyarakat dirugikan.
 Selain merampas hak masyarakat atas sumber daya alam (sebagaimana contoh kasus sumur mengering), pembangunan gedung komersil secara besar-besaran berpotensi mengurangi munculnya ruang publik baru, bahkan menggusur keberadaan ruang publik yang telah ada. Setiap wilayah memang membutuhkan investasi, guna pembangunan dan pengembangan wilayah, tak terkecuali dengan Yogyakarta. Namun, setiap pembangunan hendaknya mempertimbangan aspek dampak lingkungan, baik lingkungan alam, sosial dan budaya. Dengan logo dan tagline baru, “jogja istimewa”, salah satu landasan filosofisnya adalah pembangunan yang lestari dan selaras dengan alam untuk lingkungan hidup yang lebih baik. Filosofi tersebut memberikan harapan besar masyarakat akan kelestarian lingkungan Yogyakarta.
 Setiap wilayah, termasuk Yogyakarta, memang selayaknya memilikigrand design atau blue print penataan wilayah. Salah satu yang harus ada di dalamnya adalah ruang publik. Yang menjadi permasalahan di era modernitas saat ini adalah eksistensi dan kelayakan ruang publik untuk masyarakat. Modernitas pembangunan dan perluasan guna pemukiman, gedung perkantoran, hotel dan bangunan komersil lain sering menjadi penyebab tergusurnya ruang public dan potensi ruang publik baru. Padahal, keberadaan ruang publik sangat dibutuhkan dan memang bermanfaat untuk masyarakat. Selain keberadaan, kualitas dan kelayakan ruang publik pun harus diupayakan. Yogyakarta merupakan salah satu kota yang senantiasa berusaha mengupayakan keberadaan dan kelayakan ruang publik.
Ruang Publik Bernilai Budaya
Yogyakarta menyediakan cukup banyak ruang publik, baik untuk kepentingan rekreasi, edukasi, perbelanjaan, atau untuk saling berinteraksi. Di wilayah Kota Yogyakarta, ada beberapa ruang publik yang sangat populer, menjaga nilai budaya, selalu ramai pengunjung dan dapat dinikmati masyarakat bebas adalah kawasan Titik Nol Kilometer, Alun-alun Utara dan Selatan. Kawasan Titik Nol selalu ramai pengunjung, terutama saat malam hari. Biasanya, kawasan tersebut menjadi tempat beristirahat dan bersantai bagi para pengunjung setelah berwisata belanja di Malioboro. Namun, tak sedikit pengunjung yang memang sengaja langsung datang ke kawasan tersebut untuk menikmati suasana. Kawasan tersebut terdapat beberapa warisan budaya dan menumen, seperti Benteng Vredeburg, Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949, Gedung Agung dan alun-alun utara yang memiliki daya tarik, bernilai sejarah dan budaya.
Kawasan Sekitar Nol Kilometer Yogyakarta (Dok. Pribadi)
Selain kawasan Nol Kilometer, ruang publik lain yang ramai dimanfaatkan masyarakat adalah alun-alun Yogyakarta, yaitu alun-alun Utara dan Selatan. Alun-alun merupakan salah satu identitas atau ikon yang selalu ada di tiap daerah di pulau jawa. Keberadaannya pun selalu dimanfaatkan oleh masyarakat, seperti sebagai tempat berkumpul atau berinteraksi. Begitu juga dengan alun-alun Yogyakarta, selalu ramai dikunjungi masyarakat, sebagai tempat berinteraksi atau diskusi. Alun-alun Utara sering dimanfaatkan untuk acara-acara besar, seperti pameran atau konser musik. Namun, seringkali disalahgunakan sebagai tempat parkir dan pedagang kaki lima. Penyalahgunaan fungsi tersebut tentunya sama dengan merampas hak masyarakat akan ruang publik. Namun, sejak bulan Juli 2015 lalu, Pemprov DIY telah berupaya menertibkan parkir liar dan PKL di kawasan tersebut. Sehingga, hak masyarakat atas ruang publik terjaga.

Alun-Alun Utara Yogyakarta (Dok. Pribadi)
Pada sebrang selatan, terdapat alun-alun selatan. Alun-alun selatan sebagai ruang publik bukan hanya menawarkan tempat tetapi juga memberikan pengalaman wisata folklore, yaitu alun alun selatan sebagai halaman depan kedua (setelah alun-alun utara) dan mitos Masangin (singkatan dari Masuk Dua Beringin). Mengenai halaman depan, kabarnya alun-alun selatan dibuat agar keraton memiliki halaman depan di sisi selatan (belakang keraton), sehingga tidak terkesan membelakangi laut selatan. Sedangkan Masangin adalah upaya melewati tengah-tengah beringin kembar yang berada di tengah alun-alun, dengan mata tertutup. Posisi start di depan Sasono Hinggil, yang berjarak sekitar 25 meter dari titik tengah dua beringin. Jika mampu berjalan lurus dan melewati tengah beringin kembar tersebut, dipercaya memiliki hati yang tulus dan lurus. Itulah salah satu wisata budaya di Yogyakarta, yang terkadang menyimpan mitos dan  misteri.

Beringin Kembar Alun-Alun Selatan Yogyakarta (Dok. Pribadi)
 Ruang Publik Bernilai Edukasi
Selain ruang publik alun-alun yang menyimpan misteri, Yogyakarta juga menyediakan ruang publik yang memberikan edukasi pada masayarakat. Cukup banyak ruang publik edukasi di Yogyakarta, namun yang paling ramai pengunjung adalah Taman Pintar dan Perpustakaan. Sebagai Kota Pelajar dan Pendidikan, Yogyakarta tentunya konsen terhadap dunia pendidikan, dengan menyediakan wahana dan fasilitas yang bernilai edukasi. Tujuannya agar dapat memotivasi, menginspirasi dan mencerdaskan masyarakat. Taman Pintar Yogyakarta (TPY) yang berlokasi di Jalan Panembahan Senopati No. 1 – 3 Yogyakarta dan hanya berjarak kurang lebih 200 meter dari titik Nol Kilometer, selalu ramai pengunjung. Mulai dari pengunjung individu, hingga pengunjung rombongan, biasanya rombongan dari sekolah. Baik rombongan sekolah yang berasal dari Yogyakarta, maupun dari luar Yogyakarta.
Taman Pintar Yogyakarta (TPY) (Dok. Pribadi)
Ruang publik TPY menawarkan berbagai wahana yang sarat dengan nilai pendidikan. Sehingga, tak berlebihan jika TPY disebut sebagai ruang publik yang mencerdaskan. Sebagaimana salah satu syarat kelayakan suatu ruang publik adalah memberikan informasi, pengetahuan atau wawasan pada pengunjungnya. Dengan fasilitas berbagai wahana dalam lima gedung utama, TPY mampu memberikan kepuasan tinggi pada pengunjungnya. Terbukti dengan Indeks Kepuasan Masyarakat terus meningkat setiap tahun, dengan nilai indeks 79,54 pada Juni 2015 (sumber: http://www.tamanpintar.com/).
Selain TPY, ruang publik edukatif lain yang ramai pengunjung adalah Perpustakaan Kota Yogyakarta. Untuk mencapai visi “Menjadikan perpustakaan sebagai wahana Pendidikan, Penelitian, Pelestarian, Informasi, dan Rekreasi”, perpustakaan menyediakan berbagai fasilitas edukatif dan hiburan yang dibutuhkan masyarakat. Bukan hanya koleksi ribuan buku, Perpustakaan Yogyakarta juga memfasilitasi pengunjungnya dengan internet/Wi-Fi gratis. Selain itu, juga tersedia prasarana pendukung yaitu ruang baca anak, ruang audio visual dan ruang pertemuan. Ada satu lagi fasilitas yang sangat menarik di Perpustakaan Kota Yogyakarta ini, yaitu Taman Masyarakat Sambung Rasa (TAMARA).
Di TAMARA disediakan gazebo dan shelter yang dilengkapi dengan akses internet cepat, giant screen yang dapat digunakan untuk memutar film yang mendidik, literasi masyarakat berbasis pendidikan, informasi tentang kebijakan pemerintah dan berbagai informasi perpustakaan. Di Taman yang dibuka pukul 08.00 sampai dengan pukul 24.00 WIB ini, pengunjung dapat berinteraksi dan menyambung rasa antar sesama, baik secara tatap muka maupun dengan media internet.
Di tengah pembangunan gedung-gedung komersil simbol modernitas yang terus tumbuh, ternyata ruang publik yang menjaga warisan budaya dan mencerdaskan masih menunjukkan keberadaanya dan diminati masyarakat. Bukan hanya masyarakat Yogyakarta, tetapi juga masyarakat dari daerah lain. Jogja memang istimewa. 

Senin, 21 September 2015

Mengupas Blue Core-nya Yamaha: Edisi Mekanisme Katup (Valve)

  (Sumber: http://www.yamaha-motor.co.id)

Berawal dari rasa penasaran terhadap integrasi teknologi  Yamaha terbaru, Blue Core, maka penulis tertarik untuk mengupas lebih dalam teknologi tersebut, satu-persatu! Ini bukan promosi produk, produk pabrikan lain akan saya coba kupas juga, bersabarlah!!!.
Teknologi  Blue Core  digadang-gadang lebih efisien, bertenaga dan handal. Pada kesempatan ini, penulis akan mengupas komponen-komponen mesin pendukung Blue Core. Mari kita mulai dari mesin bagian depan/atas (Head Cylinder), yaitu mekanisme katup (valve) pada beberapa varian sepeda motor berbasis Blue Core.
Sebelum membahas mekanisme katup, terlebih dahulu kita amati konstruksi Head Combustion Chamber atau saluran intake dan exhaust pada head cylinder. Dengan konstruksi Compact hemispherical combustion chamber, dipercaya mampu mengaplikasikan katup dengan ukuran yang lebih besar.
(sumber: http://global.yamaha-motor.com/business/pp/engine/new_technology/)

Konstruksi Compact hemispherical combustion chamber yang mendukung aplikasi katup yang lebih besar, sehingga mampu meningkatkan efisiensi volumetric, khususnya saat langkah hisap. Dengan demikian, langkah hisap akan lebih optimal. Selain berdampak pada langkah hisap yang optimal, juga dapat memaksimalkan proses pembakaran pada saat Langkah Usaha. Karena Compact hemispherical combustion chamber mampu meningkatkan turbulensi campuran udara dan bahan bakar.
Selanjutnya, mari kita amati konstruksi katup pada beberapa varian baru Yamaha.

(Head Cylinder dan Katup Mio M3 (sumber: Part Catalogue Mio M3))
Dengan mengaplikasikan Rocker Arm yang minim gesek, dipercaya mampu menghasilkan suara mesin yang halus. Ditambah mekanisme Dekompresi yang menghasilkan Kick Starter yang ringan.

 
(Head Cylinder dan Katup NMAX (sumber: Part Catalogue NMAX))
          Yamaha NMAX menerapkan mekanisme katup yang unik. Yamaha NMAX dilengkapi sebuah alat,  yang dipercaya mampu mengontrol stabilitas torsi dan power mesin saat putaran rendah dan tinggi. Alat itu dikenal dengan istilah Variable Valves Actuation (VVA). Karena keywordsnya stabilitas pada putaran rendah dan tinggi, maka VVA dilengkapi dengan dua komponen penting yaitu Low Rocker Arm dan Hi Rocker Arm. Low Rocker Arm hanya bekerja pada putaran rendah, sedangkan Hi Rocker Arm bekerja pada putaran tinggi. Mekanisme tersebut mirip dengan mekanisme katup mobil Honda, yaitu VTEC.





Minggu, 20 September 2015

Stretegi Pendidikan Vokasi Merespon Perkembangan Industri dan MEA 2015, oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Yogyakarta, 12 September 2015
       Pagi itu, dalam Seminar yang dilaksanakan oleh pihak Jurusan Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, Hanif Dhakiri selaku Menakertrans, memaparkan berbagai strategi Pendidikan Vokasi Merespon Perkembangan Industri dan ketenagakerjaan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 (MEA 2015). Sebelum memaparkan strategi tersebut, Belia sempat menyinggung isu yang saat ini tengah hangat diberitakan media, yaitu masuknya tenaga kerja Asing ke Indonesia. Yang kemudian hal itu menggerakkan para buruh/pekerja lokal untuk mendemo pemerintah. Dengan guyonannya, Beliau menyebut bahwa "buruh/pekerja sedikit-sedikit minta proteksi (terhadap masuknya pekerja Asing)". Hal itu mengungkapkan kekhawatiran para pekerja/buruh lokal, Mereka takut kalah kompetensi dengan pekerja Asing. Itulah sebabnya Mereka minta proteksi dengan Pemerintah. Buruh demontrasi minta perlindungan memang bukan perbuatan yang salah, Mereka berhak menyuarakan. Namun, kekhawatiran masuknya pekerja asing tidak cukup hanya dengan demo.  Harus ada kesadaran untuk meningkatkan dan menguatkan kompetensi diri, agar dapat bersaing dengan pekerja Asing. 
     Berbicara penguatan kompetensi, Menakertrans kembali menyinggung buruh, menurutnya "Serikat pekerja/buruh itu kuat di jalan, lemah di pabrik"... "pekerja menganggap perusahaan/pabrik sebagai lawan" imbuhnya. Memang, beberapa tahun ini Kita sering sekali melihat demonstrasi besar-besaran para buruh. Masalah yang diangkat pada demo tersebut pun macam-macam, salahsatunya menuntut kenaikan gaji. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah kenaikan gaji/upah hanya bisa dilakukan dengan demonstrasi? sepertinya Tidak!. Kenaikan gaji/upah seharusnya diimbangi dengan peningkatan kompetensi. Artinya, perusahaan tentunya memikirkan kesejahteraan pekerjanya yang disesuaikan dengan kompetensi kerja. Jadi, seharunya para pekerja dan pihak perusahaan duduk bersama, berdiskusi membahas kebutuhan kompetensi dan gaji yang layak. Pekerja jangan hanya kuat di jalan, tetapi juga harus kuat di perusahaan. Mungkin itulah yang dimaksud Menakertrans terkait " kuat di jalan, lemah di pabrik".
   Selanjutnya, Menakertrans memaparkan beberapa strategi Pendidikan Vokasi Merespon Perkembangan Industri dan ketenagakerjaan di era MEA 2015 (banyak strategi yang dipaparkan oleh Menakertrans, namun yang dituliskan di sini hanya yang berhubungan dengan Pendidikan Vokasi),  yaitu:
1. Membentuk pola pendidikan Vokasi yang mampu menguatkan kompetensi.
Artinya, pendidikan bukan hanya gelar kesarjanaan. Mengingat, gelar kesarjanaan sudah mulai "ditinggalkan", yang dilihat adalah kompetensi. Kompetensi tersebut diakui melalui sertifikasi kompetens atau profesi.

2. Pendidikan Vokasi yang Mendukung Mobilitas Vertikal Pekerja
Setiap pekerja sebaiknya mengupayakan perkembangan karirnya yaitu Mobilitas Karir Vertikal. Aspek yang mendominasi mobilitis vertikal tersebut adalah softskill (sikap dan karakter). Employability Skill memang penting, guna mendukung kompetensi kerja. Namun, jika pekerja hanya mengandalkan Employability Skill, tanpa mengimbangi dengan softskill, maka mobilitas karir vertika akan sulit diperoleh. Oleh sebab itu, Pendidikan Vokasi harus membentuk pola pendidikan yang mempu menguatkan softskill, tetapi tetap tidak mengurangi porsi Employability Skill.

3. Menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang Kompeten Melalui Pendidikan Vokasi
Pendidikan Vokasi memiliki peran strategis dalam upaya menyiapkan dan meningkatkan kompetensi SDM. Sehingga, Pendidikan Vokasi merupakan pendidikan yang mampu meningkatkan kualitas dan produktifitas tenaga kerja. Oleh sebab itu, Pendidikan Vokasi layak dikembangkan dan dikuatkan.

Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Vokasi memiliki orientasi yang linier dan relevan dengan upaya Pemerintah guna meningkatkan kualitas dan produktifitas SDM. Dengan demikian, Pemerintah hendaknya memberikan perhatian lebih terhadap penyelenggaraan Pendidikan Vokasi di Indonesia.

Kriteria Penyelenggaraan Pendidikan Teknologi dan Kejuruan

Hasil gambar untuk smk bisa logo   
   Beberapa tahun terkahir, Pemerintah melalui Kementerian terkait, semangat 'mengkampanyekan' Pendidikan Kejuruan. Salah satu satuan Pendidikan Kejuruan adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK dipercaya mampu menyuplai permintaan dunia kerja akan kebutuhan tenaga kerja kompeten. SMK dipercaya mampu mengurangi angka pengangguran.
          Dulu, SMK dianggap sekolah "Dunia Kedua" atau bukan menjadi sekolah tujuan utama para lulusan SMP. Tak heran jika persentase jumlah SMA dan SMK adalah 70:30.  Namun, sekarang paradigma pendidikan telah berubah. Orientasi pendidikan telah berevolusi seiring kebutuhan kompetensi di dunia kerja. Sekarang, SMK berkembang pesat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Kondisi jumlah SMA dan SMK nyaris berbalik, dan akan diupayakan menjadi 30:70 . Luar Biasa. Banyak SMK bermunculan, SMA berubah menjadi SMK. Masalah pun mulai muncul. Berbagai masalah yang muncul antara lain adalah SMK tidak sesuai dengan potensi daerah, pengangguran dari lulusan SMK meningkat dan kompetensi lulusan SMK tidak sesuai dengan kebutuhan industri. Hal itu dapat disebabkan karena penyelenggaraan SMK yang kurang sesuai dengan prinsip Pendidikan Kejuruan. Bagaimana sebenarnya kriteria penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan? Berikut ini adalah kriteria penyelenggaraan Pendidikan Kejuruan menurut Finch & Crunkilton:
a.         Orientasi pada kinerja individu dalam dunia kerja
          Tujuan utama penyelenggaraan pendidikan kejuruan adalah menyiapkan peserta didiknya memasuki dunia kerja. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka digunakan pembelajaran yang tidak hanya menekankan pada kelulusan dari proses pembelajaran di sekolah, tetapi juga mengevaluasi kemampuan (kompetensi) individu agar nantinya sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja.
b.         Justifikasi pada kebutuhan nyata di lapangan
          Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (PTK) ada dan diselenggarakan karena ada kebutuhan dari dunia kerja. Oleh karena itu, penyelenggaraan PTK menggunakan pendekatan Demand Driven, dengan tujuan agar lembaga PTK lebih dekat dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) dan bisa mengetahui kemampuan/kompetensi apa yang dibutuhkan oleh DUDI. Contoh aplikasi dari pendekatan Demand Driven adalah relevansi kurikulum dan PSG.
c.         Fokus kurikulum pada aspek-aspek psikomotorik, afektif, dan kognitif
          Fokus kurikulum PTK berusaha memasukkan ketiga aspek taksonomi pembelajaran, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Gabungan dari ketiga aspek taksonomi pembelajaran tersebut disebut kompetensi. Walaupun selama ini PTK sering dipandang lebih menekankan pada aspek psikomotor (produktif), karena memang menekankan pada keterampilan individu siswa, namun PTK tidak mengabaikan aspek kognitif dan afektif. Karena di DUDI, bukan hanya kemampuan hard skill yang diperhatikan, tetapi soft skill juga diperhatikan. Pendidikan kejuruan memberikan aspek hard skill (kognitif, psikomotor) dan softskill (afektif/sikap) melalui Kurikulum Berbasis Kompetensi.
d.        Tolok ukur keberhasilan tidak hanya terbatas di sekolah
          Tolok ukur keberhasikan penyelenggaraan PTK adalah keberhasilan di sekolah (in-school success) dan keberhasilan di luar sekolah (out-of-school success). Penilaian keberhasilan pada peserta didik di sekolah (in-school success) harus pada penilaian sebenarnya atau kemampuan melakukan suatu pekerjaan yang sebenarnya, dan sebaiknya memang kondisi media pembelajaran disamakan dengan kondisi di DUDI. Kriteria yang digunakan oleh guru untuk menentukan keberhasilan harus sesuai dengan kriteria atau prosedur kerja yang telah ditentukan oleh DUDI.
          Keberhasilan di luar sekolah (out-of-school success) berkaitan dengan pekerjaan atau kemampuan kerja yang biasanya dilakukan oleh DUDI, yang mengacu pada standar kompetensi sesuai bidang keahlian atau produk yang dihasilkan oleh masing-masing industri
e.         Kepekaan terhadap perkembangan dunia kerja
          Kepekaan terhadap perkembangan dunia kerja ini merupakan salah satu wujud konsistensi terhadap orientasi penyelenggaraan PTK, yaitu orientasi dunia kerja. oleh karena itu PTK harus selalu mengikuti dan beradaptasi dengan kemajuan teknologi, perubahan tuntutan keahlian di DUDI, penemuan dan penggunaan alat produksi baru, dan berbagai perubahan lain yang mungkin dapat terjadi di DUDI. Jika PTK peka terhadap perkembangan dunia kerja, maka akan tercipta relevansi kompetensi yang diberikan ke siswa dengan yang dibutuhkan oleh DUDI.
f.          Memerlukan sarana dan prasarana yang memadai
          Kelengkapan sarana prasarana merupakan salah satu syarat keberhasilan penyelenggaraan PTK. Sebaiknya, sarana prasarana pembelajaran di sekolah di buat sama seperti di industri, atau paling tidak dapat mencerminkan situasi sarana prasarana di DUDI. Menuntut demikian agar dapat membantu siswa mendapatkan pengalaman belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara lebih realistis dan edukatif. Contoh sarana prasarana yang harus ada adalah bengkel dan laboratorium.
g.         Adanya dukungan masyarakat
          Yang dimasud masyarakat adalah masyarakat umum sebagai stakeholder, DUDI. Masyarakat umum sebagai stakeholder memberikan input bagi PTK dan bantuan dana, karena memang dalam penyelenggaraan PTK membutuhkan biaya yang besar, terutama untuk sarana prasarana. Hubungan dan dukungan dari DUDI sangat bermanfaat untuk relevansi kurikulum dan memungkinkan untuk memberikan pengalaman kerja nyata kepada siswa (PSG). Selain itu PTK juga membutuhkan dukungan dari pemerintah. Pemerintah sebagai penentu kebijakan (terutama kebijakan pendidikan) dan pemberi dana harus terlibat mendukung keberhasilan penyelenggaraan PTK.

Kamis, 17 September 2015

Revolusi Pendidikan: Peningkatan Kualitas Pendidik dan Distribusi Pendidik


Sasaran Strategis Revolusi Mental Pendidikan Indonesia
Dalam sasaran strategis Revolusi Mental menuju “Indonesia Kita”, salah satu programnya adalah meningkatkan kualitas guru. Tetapi, pada kesempatan ini, kata “guru” tersebut diganti menjadi “tenaga pendidik”, yang bias memprepresentasikan tenaga pendidik mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Jika berbicara kualitas, maka fokus utama program tersebut adalah peningkatan kompetensi. Dalam kompetensi, terkandung pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude). Meningkatkan kompetensi tenaga pendidik rasanya bukan hal yang sulit. Apalagi Indonesia memiliki banyak sekali Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang mampu mencetak tenaga pendidik yang kompeten dibidangnya dan fokus mengembangkan dunia pendidikan Indonesia. Lantas, Mengapa perlu ada Revolusi Mental? Bukankah Kurikulum, yang selama ini menjadi pedoman, terus dikembangkan agar kualitas pendidikan lebih baik? Bahkan tidak sedikit dana yang dikeluarkan pada tiap perubahan kurikulum. Satu hal yang harus Kita ketahui bahwa kurikulum adalah alat. Secanggih apapun alat atau mesin, jika dioperasikan oleh orang yang kurang kompeten, maka kehebatan alat atau mesin itu tidak akan nampak. Sejalan dengan istilah “The man behind the gun”. Bukan berarti tenaga pendidik Kita tidak kompeten terhadap kurikulum dan berbagai perubahannya. Tetapi, ada hal yang lebih penting sebelum kurikulum diubah dan dikembangkan.

Upaya Peningkatan Kualtias Tenaga Pendidikan
(1)        Perbaikan Input
Pengembangan atau perubahan kurikulum pasti dan akan dilakukan, mengikuti perkembangan jaman, kultur dan teknologi. Namun, menyiapkan sumber daya manusia, khususnya tenaga pendidik, layak dikedepankan. Ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik, mulai dari awal penerimaan mahasiswa calon tenaga pendidik, hingga pengembangan kompetensi tenaga pendidik. Sebelum Kita mulai dengan upaya peningkatan kualtias tenaga pendidikan, mari Kita mulai dari awal, yaitu calon tenaga pendidik. Kita mulai dari penerimaan mahasiswa calon tenaga pendidik, yaitu seleksi mahasiswa. Siapa yang memiliki peran penting ini? Tentu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Pihak LPTK harus lebih selektif dalam memilih calon mahasiswanya.
Selama ini, seleksi calon mahasiswa calon tenaga pendidik disamakan dengan calon mahasiswa pada umumnya, yaitu melihat nilai Rapor ( jalur SNMPTN) dan hasil seleksi ujian tertulis (SBMPTN dan Seleksi Mandiri). Jenis soal pada tes tertulis untuk calon mahasiswa relatif sama untuk semua bidang, termasuk calon tenaga pendidik. Padahal, menjadi tenaga pendidik tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan saja, melainkan adanya pertimbangan sikap. Suatu sikap yang nantinya mencerminkan sikap tenaga pendidik, sikap yang menjadi pedoman dan layak dicontoh oleh peserta didiknya. Dengan demikian, hendaknya ada tes lain selain rapor dan ujian tertulis, yaitu tes sikap. Seperti Kita ketahui, sikap terbentuk mulai dari anak-anak dan tidak mudah mengubah atau membentuk ke dalam bentuk lain, hanya pada saat masa kuliah. Dibutuhkan basic sikap yang memang sudah dapat mencerminkan sebagai calon tenaga pendidik. Sehingga nantinya dapat dikembangkan dan dibina pada saat proses perkuliahan.
Memang tidak mudah melaksanakan tes sikap ini. Dibutuhkan waktu, biaya dan personil yang tidak sedikit. Tetapi, waktu dan biaya tersebut akan terbayar dengan hasil memuaskan karena peningkatan kualitas tenaga pendidik. Pertanyaan selanjutnya, siapa yang harus dan layak dilibatkan dalam seleksi sikap yang tidak mudah itu? Dan bagaimana langkah-langkahnya? Yang pertama harus bertindak adalah pihak Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi selaku lembaga atau kementerian tertinggi yang berwenang pada pendidikan tinggi. Kemudian diteruskan ke Universitas, khususnya Universitas yang berbasi LPTK. Mereka membuat kebijakan dan menyusun program seleksi sikap. Sikap seperti apa yang layak dimiliki? Indikator sikap tersebut dapat dirancang oleh para ahli, stakeholder, psikolog dan masyarakat umum (melalui survey singkat dan terbatas).

(2)       Perbaikan Proses Pendidikan Keguruan
Upaya selanjutnya setelah seleksi adalah memperbaiki proses pendidikan calon pendidik. Dalam pendidikan atau perkuliahan, mahasiswa akan memperoleh berbagai kompetensi yang nantinya akan membentuk Mereka menjadi tenaga pendidik sesuai dengan bidangnya masing-masing. Seperti yang telah Kita bahas pada paragraf sebelumnya, kompetensi mengandung pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude). Ketiga ranah tersebut hendaknya diperoleh mahasiswa secara proporsional. Ketiganya penting. Penanaman kompetensi untuk calon pendidik pada pendidikan umum cenderung tidak banyak menemui masalah dan hambatan berarti. Masalah atau hambatan biasanya muncul pada lembaga pendidikan atau Universitas yang menyiapkan calon pendidik untuk lembaga pedidikan kejuruan (Sekolah Kejuruan atau Sekolah Vokasi). Tantangan Mereka adalah kemajuan teknologi.
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang menyiapkan peserta didiknya untuk masuk dunia kerja. Dunia kerja merupakan Dunia Usaha atau Dunia Industri (sering disingkat DU/DI). Jika menyiapkan tenaga kerja yang relevan dengan kebutuhan DU/DI, tentunya peserta didik harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dan familiar dengan teknologi yang dimanfaatkan industri. Apakah lembaga pendidikan harus memiliki berbagai macam teknologi (alat/mesin) yang digunakan di industri yang beragam dan sangat banyak? Apakah lembaga pendidikan tersebut memiliki dana yang cukup untuk membelinya? Lembaga pendidikan tidak perlu memiliki semuanya. Cara yang efektif dan efisien adalah dengan menjalin kemitraan dengan pihak Dunia Usaha atau Dunia Industri.
Kemitraan yang dapat dijalin adalah pada aspek relevansi kurikulum dan teknologi (alat/mesin). Konsep tersebut sebenarnya telah lama diterapkan di lingkungan Lembaga Pendidikan Kejuruan, melalui program Link and Match. Namun, Mengapa masih saja ada pengangguran pada kaum terdidik? Hal itu dapat disebabkan karena kemitraan yang kurang optimal. Jika Lembaga Pendidikan Kejuruan dan Dunia Usaha atau Dunia Industri sudah Link and Match¸pengangguran sudah jarang ditemui. Sehingga, kedua pihak hendaknya kembali duduk bersama memperbaiki dan mengembangkan program kemitraan. Agar memperoleh hasil yang memuaskan.
Kembali ke proses pendidikan mahasiswa calon tenaga pendidik pada umumnya. Pada saat perkuliahan, dikenal istilah Program Pengalaman Lapangan. Pada program tersebut, mahasiswa praktik mengajar di sekolah. Program tersebut biasanya berlangsung aktif mulai dari 1 hingga 4 bulan, tergantung program di LPTK. Program tersebut bertujuan untuk memberikan pengalaman nyata menjadi pendidik di sekolah. Apakah waktu 1 hingga 4 bulan tersebut cukup memberi pengalaman nyata bagi calon tenaga pendidik? Tentu tidak. Bukankah tenaga pendidik adalah sebuah profesi atau pekerjaan professional, yang menuntut kompetensi dan pengalaman yang cukup. Jika menilik dokter, dimana para sarjana kedokteran harus kuliah lagi atau Co-Assistant paling tidak 2 tahun untuk mendapat gelar dokter. Para sarjana akuntansi harus menempuh kuliah profesi akuntan untuk dapat memperoleh gelar dan profesi akuntan. Bagaimana dengan tenaga pendidik, khusunya tenaga pendidik? Apakah para sarjana pendidikan harus kuliah lagi untuk memperoleh profesi sebagai tenaga pendidik?.
Saat ini, memang sudah ada Program Profesi Guru (PPG), namun masih sangat terbatas. Kuotanya masih sangat sedikit dibanding jumlah lulusan sarjana pendidikan. Lantas bagaimana nasib para sarjana pendidikan yang tidak meperoleh kesempatan Program Profesi Guru tersebut? Mereka langsung menjadi tenaga pendidik di sekolah, karena sekolah tidak mensyaratkan sertifikat Profesi Guru atau Tenaga pendidik pada rekrutmennya. Mengingat sedikitnya kuota peserta Program Profesi Guru, maka harus ada strategi lain guna memberikan pengalaman mendidik bagi mahasiswa calon tenaga pendidik. Salah satunya adalah dengan menambah waktu Program Pengalaman Lapangan dan selalu menghubungkan tugas-tugas kuliah mahasiswa dengan kondisi nyata di sekolah. Misalnya tugas kuliah yang menuntut mahasiswa untuk observasi di sekolah. Dengan demikian, para mahasiswa akan terbiasa dengan kondisi di lingkungan sekolah.

(3)       Pengembangan Kelayakan Kurikulum Pendidikan Dasar
Selanjutnya, upaya lain selain perbaikan seleksi penerimaan mahasiswa baru dan perubahan strategi proses perkuliahan di tingkat Universitas/ pendidikan Tinggi, adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik di berbagai tingkat lembaga pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan dasar, merupakan periode paling penting dalam dunia pendidikan, dimana tonggak ilmu pengetahuan dan sikap mulai ditancapkan dan ditumbuhkan. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu memberikan perhatian lebih pada jenjang ini. Baik perhatian pada konten atau kurikulum pendidikan, maupun perhatian khusus pada tenaga pendidiknya. Masalah konten atau kurikulum, penulis merasa khawatir dengan kondisi siswa Sekolah Dasar (SD). Dengan usia yang relatif dini, Mereka mendapat materi pelajaran yang begitu berat.
Berdasarkan cerita rekan-rekan yang memiliki anak yang duduk dibangku SD, materi yang anak Mereka dapatkan tergolong sulit. Bahkan para orang tua dibuat bingung dengan tugas-tugas atau pekerjaan rumah yang diberikan tenaga pendidik kepada anak-anaknya. Seperti biasanya, ketika anak SD mendapat pekerjaan rumah, Mereka akan bertanya atau sekedar memastikan kebenaran jawabannya kepada para orang tua. Pada saat itulah para orang tua dibuat bingung dengan soal-soal pekerjaan rumahnya anaknya. Bagaimana Mereka bisa bingung, bukankan Mereka juga pernah mengenyam pendidikan dasar dan bahkan hingga perguruan pendidikan tinggi? Kebingungan tersebut pada akhirnya berbuah solusi memasukkan anak-anak ke lembaga bimbingan belajar. Kondisi tersebut yang menggairahkan bisnis lembaga bimbingan belajar. Orang tua berlomba-lomba memasukkan anak-anaknya ke lembaga bimbingan belajar terbaik, dengan harapan agar pintar dan mendapat nilai yang baik di sekolah. Pada akhirnya, waktu anak habis untuk memikirkan materi pelajaran dan terus belajar agar bisa dibanggakan orang tua. Jika sudah demikian, karakter macam apa yang bisa diharapkan muncul dengan pola pendidikan seperti itu? Artinya, ada yang salah dengan tuntutan kurikulum Sekolah Dasar.
Perlu Kita ingat bahwa, anak-anak berhak menikmati masa kecilnya, berhak mendapat kebahagiaan, berhak mendapat kasih sayang baik di rumah maupun di sekolah. Mereka belum mampu membawa berbagai buku pelajaran yang memenuhi tas Mereka, Mereka belum mampu memikirkan berbagai teori keilmuan, dan Mereka belum pantas memikirkan Negara terlebih masalah politik.

(4)       Peningkatan Kompetensi dan Distribusi Tenaga Pendidik
Selain revolusi kurikulum dan pola pendidikan di jenjang pendidikan dasar, juga diperlukan peningkatan kualitas tenaga pendidiknya. Pada kajian ini, tidak akan disinggung masalah kuantitas tenaga pendidik, karena ketika berbicara kuantitas, pasti akan berakhir diketersediaan dana untuk pengadaan tenaga pendidik baru. Jika berbicara kualitas, tentunya pihak terkait telah melakukan upaya peningkatan baik malalui pelatihan, workshop maupun seminar.  Yang menjadi permasalahan adalah tenaga pendidik yang di daerah (tingkat pedesaan atau kecamatan) tidak semudah tenaga pendidik diperkotaan dalam mengakses pelatihan, workshop dan seminar. Sehingga lembaga atau dinas terkait harus memberikan perhatin khusus bagi tenaga pendidik di daerah. Agar kualitas Mereka dapat ditingkatkan. Selain itu, perlu dilaksanakan suatu program rotasi tenaga pendidik, antara yang bertugas di daerah dan di kota. Karena, sudah bukan rahasia lagi bahwa fasilitas pendidikan di kota relatif lebih lengkap daripada yang di daerah, apalagi daerah terpencil. Ketika kesamaan fasilitas (fasilitas sekolah Negeri) sulit diupayakan, maka salah satu upaya pemerataan dan peningkatan kualitas tenaga pendidik adalah dengan rotasi tenaga pendidik. Mekanismenya dapat diatur sedemikian rupa. Misalnya dalam wadah program kemitraan sekolah perkotaan dengan sekolah di daerah terpencil. Beberapa tenaga pendidik sekolah terpencil untuk beberapa waktu ditugaskan mengajar di sekolah perkotaan. Dengan demikian, kualitas tenaga pendidik meningkat seiring dengan fasilitas pendidikan yang mendukung. Begitu juga sebaliknya, tenaga pendidik yang dari perkotaan untuk beberapa waktu ditugaskan di sekolah daerah terpencil. Dengan demikian, akan dapat mentransfer pengetahuan kepada para tenaga pendidik di daerah terpencil tersebut. Selain untuk transfer pengetahuan, juga dapat meningkatkan kreatifitas mengajar. Kreatifitas mengajar dengan fasilitas yang terbatas.
Sesungguhnya, banyak upaya yang dapat dilakukan guna peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan tersebut akan terlaksana dengan baik dan memberikan hasil yang memuaskan, jika didukung oleh semua pihak terkait. Terjadi hubungan yang sinergis mulai dari tingkat atas selaku penentu kebijakan, hingga tingkat bawah yang berperan mendefinisikan kebijakan menjadi tindakan nyata, dan didukung oleh para stakeholder. Jayalah Pendidikan Indonesia. Pendidikan yang layak, adalah hak setiap masyarakat Indonesia. Revolusi Mental Pendidikan Indonesia, dari Kita, oleh Kita dan untuk Kita.

Mengubah Mindset: Mengajar atau Mendidik?

Sumber: http://indonesiana.tempo.co/

Apa itu Pendidikan?
Mendengar kata Pendidikan, sebagian dari Kita mungkin langsung mengasosiasikan dengan sekolah, belajar dan ijazah. Sepintas memang tidak ada yang salah dengan itu, hanya saja terlalu sempit untuk mengasosiasikan pendidikan hanya dengan sekolah, belajar dan ijazah. Sebelum Kita mencari apa kata atau kalimat yang tepat untuk mendefinisikan Pendidikan dan seperti apa Kita harus menyikapinya, mari Kita lihat apa kata dasar yang membentuk kata Pendidikan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata dasar Pendidikan adalah “didik”, jika dijadikan kata kerja, menjadi “mendidik” yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Definisi yang begitu luas, ini baru kata dasarnya, belum ke definisi Pendidikan. Mari Kita mencermati definisi tersebut, dengan mulai menggaris bawahi kata “ajaran, tuntunan dan pimpinan”. Penulis tidak sedang mengajak bermain kata, apalagi kuis tebak kata. Tetapi, marilah Kita cermati makna kata demi kata dari sebuah kata yang sangat istimewa dan luhur ini, Pendidikan. Kata “ajaran” dapat Kita maknai sebagai petunjuk. Tuntunan dapat diartikan sebagai pedoman. Sedangkan pimpinan dapat diartikan sebagai arahan atau bimbingan. Sehingga jelas bahwa, dalam mendidik terkandung petunjuk, pedoman, arahan dan bimbingan. Bukan hanya ajaran atau mengajar.

Mengubah Mindset: Sederhana Tapi Penting
Disadari atau tidak, mengajar lebih “populer” ketimbang mendidik. Contoh sederhana: dua orang yang tidak saling kenal, dan ternyata keduanya adalah Tenaga Pendidik, terlibat percakapan ringan. Katakanlah Mereka adalah Pendidik A dan Pendidik B. Pendidik A memulai perbincangan dengan bertanya kepada Pendidik B, “Anda mengajar di mana?”. “Saya mengajar di SMK” jawab Pendidik B. Mari menggaris bawahi lagi kata “mengajar”. Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan kata mengajar. Akan tetapi, lebih tepat jika kata mengajar diganti dengan kata mendidik. Sederhana memang, tapi sebuah revolusi dimulai dari hal yang sederhana. 

Revolusi Mental Pendidikan

Mengubah mindset dan perilaku memang tidak mudah dan tidak bisa instan. Apalagi jika ingin  mengubah mindset dan perilaku yang sudah lama terbentuk. Perlu upaya yang nyata dan berkesinambungan. Itulah pentingnya Revolusi Mental di Negeri ini, revolusi pada semua aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Revolusi yang nyata dan berkesinambungan harus dilakukan. Nyata, artinya ada kebijakan atau program khusus dari kementerian atau lembaga terkait, mulai dari pendidikan anak usia dini hingga pendidikan tinggi. Berkesinambungan artinya program tersebut dilaksanakan secara terus menerus dengan tetap mengedepankan perbaikan dan evaluasi, agar terus didukung lebih banyak pihak.

Pada akhirnya, dengan menyadari bahwa Mereka adalah pendidik, akan mengubah mindset dan perilaku yang mencerminkan Mereka adalah pendidik, yang bukan hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga menjadi pedoman, dan memberi arahan serta bimbingan kepada peserta didiknya.

Rabu, 16 September 2015

PENGENDALIAN POLUSI KENDARAAN DI KOTA-KOTA BESAR


         Saat ini sudah jarang kita temui udara yang segar, tanpa tercemari oleh berbagai polutan, terutama di kota-kota besar. Udara telah tercemar oleh asap knalpot kendaraan. Saat ini jumlah kendaraan terus meningkat dengan pesat, itu artinya semakin banyak “penyumbang” polutan. Apalagi sekarang di kota-kota besar, pohon-pohon sudah jarang kita temui, padahal pohon-pohon tersebut sangat membantu untuk menguraikan udara yang tentunya dapat mengurangi polusi. Tapi anehnya pohon-pohon justru di tebangi dan diganti dengan lampu-lampu hiasan dengan alasan untuk keindahan kota! Indah apanya, pemborosan listrik, iya…! Mendingan duitnya buat bayar petugas kebersihan.
Asap knalpot kendaraan mengandung unsur dan gas yang sangat berbahanya, seperti: CO, CO2, dan Pb
a.      Gas CO
Karbon monoksida (CO) tidak berwarna dan tidak berbau, bersifat racun, merupakan hasil pembakaran yang tidak sempurna dari bahan buangan kendaraan, asap rokok, dan mesin letup. Gas CO sangat mudah bereaksi dan berikatan dengan Hemoglobin(Hb) sehingga akan mengakibatkan sakit kepala, lelah, sesak napas setelah lama menghirup udara yang tercemar tersebut.
b.      Gas CO2
Gas CO2 dalam udara murni 0,03%. Bila melebihi toleransi dapat menganggu pernafasan. Selain itu, gas CO2 yang terlalu banyak di bumi dapat mengikat panas matahari sehingga suhu bumi semakain panas, atau sering disebut dengan Efek Rumah Kaca.
d.      Timbal(Pb)
Logam berat ini berasal dari asap kendaraan bermotor yang bahan bakarnya mengandung Tetra Ethyl Lead (TEL), biasa terdapat pada bensin. Sumber pencemar logam Pb lainnya adalah baterai, cat, industri penyepuhan, dan pestisida. Orang yang tercemar logam berat ini akan menderita cacat dan system sarafnya terganggu.

Orang yang hidup di kota besar kebanyakan menderita gangguan pernafasan, yang baru disadari setelah menjalar ke radang tenggorokan dan paru-paru. Bila orang tua terbiasa menghirup udara berpolutan, kemungkinan darah janinnya pun terkena polusi. Bayi yang lahir dari orang tua yang darahnya tidak sehat akan mengalami gangguan pada perkembangan fisik dan kecerdasan.

Ada berbagai cara untuk mengurangi dan mengendalikan polusi di kota-besar, antara lain:
1.  Pemkot sebaiknya memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya gas buang kendaraan.
2.      Menggunakan bahan bakar murni, tanpa campuran (campur dorong, boleh…).
3.      Melakuakan uji emisi gas buang kendaraan dengan rutin dan ketat.
4.  Mengurangi atau bahkan melarang penggunaan motor 2 Tak yang merupakan “Biang” polusi kendaraan. Hal itu dapat dilakukan dengan cara membatasi penjualannya.
5.    Menggunakan bahan bakar yang tidak mengandung tetra ethyl lead(TEL) yang merupakan sember pencemar Pb yang sangat berbahaya bagi kesehatan,
6.     Mengendalikan pengoperasian kendaraan umum, seperti bus kota dan angkot yang dipercaya telah menyumbangkan polutan terbesar.
7.      Menggunakan kendaraan dengan sewajarnya, tidak “ugal-ugalan”.
8. Menggunakan kendaraan dengan bijak. Menggunakan kendaraan hanya jika benar-benar diperlukan.

9. Melakukan penghijauan dengan menanami pohon-pohon yang dapat membantu menguraikan udara.

Pendidikan Kejuruan: Kondisi dan Prospek


Pendidikan kejuruan mempersiapkan peserta didik menguasai keterampilan tertentu untuk memasuki lapangan kerja dan sekaligus memberikan bekal untuk melanjutkan pendidikannya ke pendidikan kejuaruan yang lebih tinggi (Ikhsan, 2005: 21). Sedangkan menurut UU Nomor 2 Tahun 1989, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didiknya untuk memasuki lapangan kerja. Dari pengertian pendidikan kejuruan, maka tujuan pendidikan kejuruan adalah untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik agar dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Dengan begitu diharapkan pendidikan kejuruan dapat membantu mengurangi angka pengangguran
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa betapa pentingnya peran pendidikan kejuruan (SMK) dalam meningkatkan kualitas SDM bangsa ini. Namun pada saat ini jumlah SMA lebih banyak daripada SMK, yaitu sekitar 60 % SMA dan 40% SMK. Padahal berdasarkan kurikulum SMA, siswa SMA hanya diberikan pengetahuan (IPA atau IPS) tanpa keterampilan-keterampilan khusus yang dapat “diterima” dunia kerja. Oleh karena itu, lulusan SMA diharapkan dapat meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Sedangkan lulusan SMK diharapkan dapat memasuki lapangan kerja karena mereka telah dibekali pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bidang keahlian yang diambil, seperti Teknik Mekanik Otomotif (TMO), Teknik Pemesinan (TP), Teknik Komputer &  Jaringan (TKJ), Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik (TPTL), Teknik Pertanian, dll. Sehingga Direktur Pendidikan Menengah Kejuruan (Dikmenjur) menargetkan perbandingan 70% SMK dan 30 % SMA pada tahun 2015.
Pemerintah harus konsisten dan sungguh-sungguh dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas SMK, karena pemerintah akan menemui banyak kendala. Sepertinya masalah klasik akan menjadi kendala utama, yaitu BIAYA. Pemerintah akan membutuhkan dana yang besar untuk membuat sekolah kejuruan, seperti pembangunan gedung, tempat praktik dan penyediaan alat serta bahan praktik untuk siswa. Fasilitas-fasilitas sekolah harus selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan teknologi agar siswa dapat mengikuti perkembangan jaman.
Kemudian pemerintah melalui sekolah harus menjalin hubungan baik dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Dudi) agar program link and match dapat terlaksana dengan baik dan siswa SMK dapat melakukan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) atau Praktik Kerja Industri (Prakerin) dengan baik pula. Dengan program itu, Dudi berperan penting dalam membantu keterampilan siswa dengan fasilitas-fasilitas yang relevan yang ada di Dudi. Dengan begitu kekurangan fasilitas sekolah akan tertutupi oleh Dudi. Selain itu, Dudi juga bisa memberikan peluang lapangan kerja untuk lullusan SMK.
Selain menekankan pada lapangan kerja, pembangunan SMK harus disesuaikan pada potensi daerah yang dapat dikembangkan, misalnya pertanian atau perkebunan, peternakan, sumber daya alam (mineral/migas), perekonomian, dll. Dengan begitu maka sumber daya alam setiap daerah dapat dikembangkan oleh sember daya manusia yang berkualitas. Kendala lain adalah mengubah persepsi masyarakat tentang kebutuhan pendidikan. Selama ini orang tua lebih suka memasukkan anaknya ke SMA. Saat ini pemerintah memang telah berusaha mempromosikan SMK melalui iklan layanan masyarakat di televisi, tapi sepertinya belum begitu berhasil, terbukti dengan masih banyaknya siswa SMA dibanding siswa SMK.
Kita memang harus mendukung upaya pemerintah untuk mengembangkan kualitas dan kuantitas SMK, demi mengurangi pengangguran, dan demi mengurangi kemiskinan, dan tentunya untuk kehidupan yang lebih baik….

GO….. SMK…!!!!

Hegemoni Mesin


Mesin, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan sebagai perkakas untuk menggerakkan atau membuat sesuatu. Redaksi “menggerakkan atau membuat sesuatu” tersebut tentunya untuk mempermudah atau membantu pekerjaan manusia untuk menggerakkan atau membuat sesuatu. Namun, dewasa ini, mesin tidak hanya sekedar mempermudah atau membantu, terlebih lagi mesin sudah mendominasi pekerjaan manusia, bahkan menggantikan peran manusia.
Awal pengambilan peran tenaga manusia dan hewan oleh mesin guna kebutuhan industri, dipercaya terjadi saat Revolusi Industri di Inggris, yang kemudian menyebar ke seluruh dunia. Walaupun sebelumnya sudah banyak yang memanfaatkan mesin untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Terlepas dari kapan pertama kali sebuah mesin diciptakan dan digunakan, satu hal yang harus selalu kita ingat bahwa mesin diciptakan untuk membantu manusia, memudahkan pekerjaan manusia, tidak untuk memanjakan manusia. Hegemoni negatif mesin akan sangat memanjakan manusia.

Dewasa ini, manusia semakin “mendewakan” mesin. Bahkan, mesin sudah dianggap sebagai investasi yang menguntungkan, tentunya dilihat dari produktifitas mesin tersebut. Manusia mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk merancang, membuat dan mengembangkan mesin. Mesin yang rumit guna kemudahan manusia. Itu semua adalah hal yang wajar, bahkan sebuah keharusan, mengingat persaingan ekonomi bisnis yang terus menikung tajam. Siapa yang  tidak bisa mengikuti ritme tikungan tersebut, makan akan terlempar oleh gaya sentrifugal bisnis. Gaya sentrifugal bisnis dipercaya dapat ditaklukan oleh sebuah mesin tertentu.


Mesin sangat diiagungkan di dunia industri. Mesin telah merambah di berbagai sektor industri, mulai dari industri kecil, hingga industri besar; mulai dari mesin yang sederhana, hingga mesin yang rumit. Pada sektor industri, manfaat mesin memang sangat menggiurkan. Penggunaan mesin yang tepat mampu mendongkrak hasil produksi, yang pada akhirnya mendongkrak keuntungan. Namun, bukan berarti penggunaan mesin di industri tanpa kendala dan kelemahan. Beberapa kelemahan yang sering dikeluhkan adalah dampak sosial dan lingkungan. Dampak sosial sering mengerucut pada berkurangnya, bahkan tergantikannya peran manusia. Konsekuensi logisnya adalah pengurangan tenaga kerja manusia, atau lebih akrab dikenal sebagai PHK. Tapi itu bukan kendala serius, jika disikapi positif, maka akan memberikan motivasi positif untuk meningkatkan kompotensi sumber daya manusia (SDM), agar dapat “bersaing”dengan mesin. Sedangkan yang sering menjadi masalah pada aspek lingkungan adalah pengelolaan limbah yang kurang baik sehingga merusak lingkungan. Pada dasarnya semua limbah (mulai dari usaha kecil hingga industri besar) dapat dikelola dengan baik, jika ada niat dan usaha yang baik pula. Kesimpulan sederhana yang bisa dipetik adalah kita harus menggunakan mesin secara optimal namun tetap bijak, guna keseimbangan bisnis dan lingkungan.