Data penduduk indonesia, modal bonus demografi | sumber: www.databoks.co.id, |
Ketika berbicara tentang
Indonesia, beberapa hal yang kerap dibahas adalah keberagaman suku, adat,
budaya dan agama, serta luasnya wilayah yang berbentuk kepulauan. Jika ditarik
garis penghubung, hal tersebut memiliki ikatan yang kuat. Keberagaman tersebut dibentuk,
dijaga dan dipelihara oleh penduduk Indonesia dalam jumlah besar, yang tersebar
menempati hampir seluruh pulau strategis di Nusantara ini. Jika ditelaah dengan
baik, kondisi tersebut dapat dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa. Mari Kita
telaah bersama, melihat Indonesia dalam Angka.
Tingginya Pertumbuhan Penduduk Indonesia
Berdasarkan Data Statistik, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2016,
mencapai 258 juta jiwa (sumber). Angka tersebut diperkirakan akan terus
meningkat setiap tahunnya. Badan Pusat Statistik (BPS), memproyeksikan bahwa
tahun 2035, jumlah penduduk Indonesia akan menembus angka 305 juta jiwa (sumber).
Peningkatan jumlah penduduk yang relatif tajam.
Banyak faktor yang menyebabkan
jumlah penduduk Indonesia terus tumbuh. Yang jelas, jumlah kelahiran lebih
banyak daripada jumlah kematian penduduk. Hal itu dapat disebabkan oleh
tingginya jumlah usia pernikahan muda yang berpotensi memperbesar kemungkinan
untuk memiliki banyak anak. Faktor lain yang masih kerap terdengar adah kuatnya mitos “banyak anak, banyak rejeki”.
Kondisi tersebut berdampak pada kurang optimalnya program Keluarga Berencana
(KB) yang gencar dikampanyekan Pemerintah.
Sekarang, mari kita kaji akibat
dari ledakan jumlah penduduk. Sudah menjadi masalah klasik, ketika laju
pertumbuhan jumlah penduduk tidak diiringi dengan peningkatan lapangan kerja,
maka yang terjadi selanjutnya adalah ledakan jumlah pengangguran. Tingginya
jumlah pengangguran, biasanya identik dengan peningkatan angka kriminalitas.
Namun, jangan cemas dulu, ada yang menarik dengan data penduduk dan angka
pengangguran, yaitu fenomena Bonus Demografi.
Fenomena Bonus Demografi dan Manfaatnya
Saat ini, usia mayoritas penduduk
Indonesia membentuk “formasi” yang menarik. Yang menarik adalah populasi
penduduk Indonesia didominasi oleh penduduk usia produktif, yaitu pada rentang
15 – 35 tahun (Sumber).
Tampak pada gambar di bawah ini:
Penduduk Indonesia
berdasar usia dan jenis kelamin | sumber: http://databoks.katadata.co.id
Data lain, yaitu menurut data
BKKBN, Indonesia memiliki 70% penduduk produktif, yaitu penduduk angkatan kerja
usia 15 – 64 tahun (sumber).
Fenomena dominasi usia produktif ini disebut sebagai Bonus Demografi.
Ketika sebagian besar penduduk Indonesia berada pada rentang
usia produktif, maka semakin banyak penduduk yang berpeluang untuk menghasilkan
produk (barang/jasa) yang bermanfaat. Sederhananya, lebih banyak penduduk yang
bisa hidup mandiri. Usia produktif tidak hanya bermanfaat untuk kemandirian
diri pribadi, tetapi juga untuk membantu orang lain, khususnya usia non
produktif (anak-anak dan orang yang sudah tua). Ketika terwujud kemandirian
ekonomi pribadi dan keluarga, maka kemandirian ekonomi Nasional adalah keniscayaan.
Kesimpulannya, semakin banyak penduduk produktif di
Indonesia, akan semakin banyak yang dapat bekerja untuk kemajuan Indonesia.
Semakin banyak akumulasi tangan dan kekuatan rakyat Indonesia untuk membangun
dan memajukan Bangsa. Inilah manfaat dari Bonus Demografi untuk Indonesia.
Manfaat Bonus Demografi Sudah Mulai Tampak
Puncak Bonus Demografi diyakini
akan terjadi pada tahun 2025 – 2035. Lima tehun tersebut akan menjadi “Masa
Emas” untuk Indonesia. Saat ini, manfaat menjelang masa emas tersebut sudah
mulai tampak. Ditandai dengan meningkatkan angkatan kerja dan menurunnya angka
pengangguran.
Berdasarkan data statistik yang
dihimpun KATADATA melalui DATABOKS, jumlah angkatan kerja tahun 2011 mencapai
116,1 juta orang dan jumlah pengangguran terbuka menyentuh angka 7,48%. Lima
tahun kemudian, yaitu 2016, jumlah angkatan kerja meningkat tajam, menjadi
125,44 juta orang. Namun, tingkat
pengangguran terbuka justru turun, menyentuh angka 5,61% (sumber). Jika merujuk pada
data tingkat pengangguran terbuka Badan Pusat Statisti (BPS), angka 5,61%
tersebut adalah persentase pengangguran paling rendah sejak tahun 1999.
Grafik Persentase Jumlah Pengangguran Di Indonesia Tahun 2011 – 2016 |
sumber: http://databoks.katadata.co.id
Data tersebut adalah bukti dari
manfaat Bonus Demografi, dimana masyarakat produktif Indonesia telah berhasil
menyalurkan produktifitasnya. Dan yang lebih membahagiakan lagi adalah
munculnya banyak lapangan kerja baru dari sektor swasta, yang tentunya
diciptakan dan diisi oleh masyarakat produktif. Fakta tersebut layak Kita
syukuri dan Kita teruskan perkembangannya.
Bonus Demografi dan
MEA: Peluang dan “Ancaman”
Awal 2016 lalu, Indonesia membuka keran pasar bebas
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Agenda MEA yang menjadikan Asia Tenggara
sebagai pasar terbuka untuk barang dan jasa, memberi peluang dan “ancaman”
untuk masyarakat Indonesia. Peluang terbukanya investasi asing dan terciptanya
lapangan pekerjaan baru. Juga peluang untuk memasarkan produk (barang/jasa) ke
seluruh wilayah Asia Tenggara, termasuk peluang bagi masyarakat indonesia untuk
mendapat pekerjaan di luar Negeri secara legal.
Bayangkan, jika masyarakat Indonesia yang sebagian besar
produktif ini bisa mengoptimalkan produktifitasnya untuk menghasilkan barang
atau jasa, maka peluang MEA dapat diraih. Peluang untuk mengekspor barang dan
jasa ke luar negeri. Yang kemudian berdampak pada pertumbuhan ekonomi Nasional.
Namun, jangan lupa! Peluang MEA tersebut juga dimiliki oleh
seluruh masyarakat Asia Tenggara, yaitu masyarakat dari 9 negara anggota MEA
lainnya. Termasuk peluang Mereka untuk mengekspor barang dan jasa ke wilayah Indonesia.
Artinya, masyarakat Indonesia akan bersaing ketat dan terbuka dengan masyarakat
ASEAN. Hal itu bisa menjadi “ancaman” bagi Kita.
Pertanyannya, sudah siapkah
kita menghadapi “ancaman” tersebut? Siap dalam arti memiliki kompetensi diri
dan kualitas produk yang bisa
dimanfaatkan untuk menghadapi MEA. Jika tidak siap, maka peluang MEA ini
benar-benar menjadi ancaman. Berdasarkan data yang dihimbun DATABOKS, tak
kurang dari 7.241 pekerja asing dari Malaysia, Filipina dan Thailand sudah
masuk ke Indonesia. Belum lagi ditambah pekerja asing dari negara lainnya. Oleh
sebab itu, mari meningkatkan kualitas dan kompetensi diri Kita masing-masing.
Pun begitu dengan barang. Nilai impor barang dari negara
anggota MEA masih sangat fantastis. Sejak Januari hingga Agustus 2016, masih
menurut DATABOKS, data Statistik Indonesia untuk nilai total impor barang non-migas dari
Malaysia, Singapura dan Thailand mencapai US$ 13,8 (sumber).
Angka yang tidak sedikit.
Nilai Impor Non-Migas Indoensia
| Sumber: http://databoks.katadata.co.id
Oleh sebab itu, mari tingkatkan kualitas produk Kita, agar
tidak terus ketergantungan dengan produl luar negeri. Bahkan, justru
sebaliknya, yaitu Indonesia bisa terus meningkatkan nilai ekspor. Sebagai salah
satu peluang yang ditawarkan MEA.
Ini bukanlah tantangan yang mudah untuk dimenangkan, tetapi
bukan juga mustahil. Salah satu cara
yang paling efektif untuk meraih peluang yang ditawarkan oleh Bonus Demografi
adalah dengan meningkatkan kualitas diri. Yang kemudian berdampak pada
kualitas barang/jasa yang kita hasilkan. Jika tidak, maka ratusan juta
masyarakat Indonesia hanya akan jadi “penonton”, dan lambat laun terlindas roda
pergerakan MEA.
Upaya Untuk Menyambut
Puncak Bonus Demografi Indonesia
Kita masih punya waktu sekitar 8 tahun menuju masa puncak
Bonus Demografi pada tahun 2025 – 2030. Mari manfaatkan waktu 1 windu tersebut
untuk meningkatkan kualitas diri, agar Kita benar-benar siap menghadapi
berbagai peluang dan tantangan pada masa puncak Bonus Demografi tersebut. Salah
satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan kualitas diri adalah melalui
proses pendidikan. Sebab, data statistik membuktikan bahwa tingkat pendidikan
berpengaruh pada angka pengangguran.
Berdasarkan data BPS, diketahui bahwa dari pengangguran
terbuka tahun 2015 yang berjumlah 7,56 juta jiwa, 88% diantaranya belum pernah sekolah, lulusan SD, SMP dan SMA/sederajat.
Data tersebut mengindikasikan bahwa ada hubungan erat antara tingkat pendidikan
dengan angka pengangguran. Dimana, akumulasi angkatan kerja dengan pendidikan
rendah menyumbang angka pengangguran tertinggi.
Pendidikan Tinggi memang jaminan kepastian untuk mendapat
pekerjaan. Tetapi, proses pendidikan mengandung pembelajaran perubahan perilaku (afektif), pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik) bagi
masyarakat peserta didik. Dalam taksonomi pendidikan/pembelajaran, ketiga aspek
tersebut disebut sebagai kompetensi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin
besar peluang untuk menigkatkan kompetensi diri. Jika kompetensi masyarakat
terus meningkat, maka bukan hanya berpeluang mendapat pekerjaan, tetapi juga
menciptakan lapangan kerja (berwirausaha).
Dengan bekal pendidikan, khususnya kompetensi, maka semakin
besar peluang untuk mendapat lapangan kerja di dalam negeri dan bahkan luar
negeri. Kesimpulannya, Kita sebagai masyarakat, yang nantinya menjadi aktor
untuk mengisi masa puncak Bonus Demografi, harus berprinsip bahwa pendidikan
adalah prioritas utama. Pendidikan adalah investasi jangka panjang. Pendidikan akan menjadi jawaban dari manfaat Bonus Demografi dan MEA, untuk kesejahteraan
Nasional, untuk kemajuan ekonomi Bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar